REPUBLIKA.CO.ID, TULUNGAGUNG -- Perajin cangkul di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur mengaku belum terpengaruh kebijakan pemerintah yang membuka kran impor cangkul dari Cina demi memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Mereka mengaku produknya lebih unggul dari produk impor tersebut.
"Sejauh ini volume permintaan masih sama seperti biasanya. Tidak ada yang berkurang, malah tren-nya naik," kata Sugiyanto, perajin cangkul di Desa Bolorejo, Kecamatan Kauman, Tulungagung, Ahad (6/11).
Ia mengaku belum tahu-menahu kebijakan cangkul impor dari Cina yang mulai ramai di media. Sugiyanto bersama ayah dan kerabat orang tuanya yang sama-sama menggeluti dunia pande besi cangkul mengatakan cukup percaya diri bersaing dengan produk impor sekalipun karena kualitas buatan mereka baik. "Kami berani beri garansi apabila cangkul hasil produksinya rusak sebelum berumur satu tahun. Saya akan ganti jika cangkul rusak belum sampai satu tahun. Kami siap memperbaiki kembali," katanya.
Hendri, perajin besi lainnya mengatakan cangkul buatannya lebih bermutu dibanding cangkul impor. Hal itu bisa dilihat dari segi kualitas bahan baku maupun ketajaman cangkul. Cangkul buatan Hendri terbuat dari besi dan baja berkualitas, sehingga lebih kuat tajam serta awet. "Kalau cangkul impor diindikasikan bahan bakunya besi kurang bagus dan ketajamannya kurang," katanya.
Perajin cangkul lain, Wasidi menuturkan para petani di daerahnya yang selama ini menjadi pelanggan memilih cangkul lokal. Para petani tidak suka menggunakan cangkul buatan Cina. Sebab, tidak sesuai dengan kondisi tanah di daerah setempat, dan mudah patah. Hal ini karena, kata Wasidi, lahan pertanian dan perkebunan di wilayah Jawa dan Kabupaten Tulungagung pada khususnya memiliki struktur tanah agak padat sehingga untuk mengolahnya memerlukan cangkul yang tajam dan terbuat dari besi baja kualitas baik. "Struktur tanah di Jawa padat, diperlukan cangkul yang terbuat dari besi baja," katanya.
Ia menjelaskan cangkul produksi lokal yang sering digunakan para petani juga mempunyai bentuk berbeda, disesuaikan kondisi tanah di lahan pertanian atau perkebunan masing-masing. Para perajin memproduksi dua jenis cangkul meliputi cangkul dengan ukuran 18 kali 28 centimeter dan cangkul ukuran 19 kali 29 centimeter.
"Dua jenis cangkul tersebut dijual dengan harga Rp 300 ribu dan Rp 350 ribu setiap buahnya," katanya.
Didik menambahkan pandai besi di lokasinya mampu memproduksi cangkul sekitar 300 buah cangkul setiap bulannya.
Hasil produksi dipasarkan di wilayah Tulungagung, kota-kota di Jawa Timur hingga luar Jawa seperti Kalimantan, Sumatera, Ambon, dan Papua.