REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jika tidak fokus pada poin-poin yang seharusnya lebih mendapat perhatian, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) pesimistis Rancangan Undang-undang (RUU) tentang penyelenggaraan pemilu bakal rampung sebelum Juni 2017.
Ketua Perludem Titi Anggraini, menuturkan pembahasan terkait mekanisme pemilu tersebut masih gamang, dan melebar ke pembahasan yang tak perlu. Hal ini membuat RUU itu sukar diselesaikan tepat waktu.
"Kalau pembahasan mekanismenya enggak jelas, melebar ke mana-mana, ya kita pesimistis tepat waktu," tutur dia di Menteng, Jakarta, Ahad (6/11).
Titi menjelaskan, pembahasan RUU penyelenggaraan pemilu ini harus fokus pada beberapa hal. Di antaranya, tahapan pemilu, penegakan hukum, pencalonan presiden, dan kelemahan fundamental seperti dalam alokasi kursi dan persoalan daerah pemilihan (dapil) anggota DPR.
Menurut dia, mekanisme soal dapil tidak bisa dibikin secara terlampir sebagaimana di dalam RUU tersebut. Mekanisme perdapilan anggota DPR harus diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan tidak lagi menjadi lampiran UU.
Jika mekanisme dapil anggota DPR dibuat secara terlampir, lanjut Titi, maka berpotensi terjadinya praktik gerry mandering. Artinya pembentukan dapil bisa menguntungkan parpol atau kandidat tertentu.
Selain itu, dampak lainnya adalah jumlah alokasi kursi per dapil di level provinsi akan menjadi tidak proporsional.