REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Indonesia melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Washington DC menggelar menggelar sejumlah event promosi Indonesia, mulai tanggal 10 September hingga 19 November 2016. Dari berbagai event promosi Indonesia yang dilakukan tahun ini di di jantung kota Washington DC dengan tema Performing Indonesia: Islamic Intersections ini salah satunya adalah penampilan Maria Ulfah yang memberikan kuliah dan demonstrasi dengan tajuk The Art of Quranic Recitation di Corcoran School of the Arts and Design (CSAD), pada Sabtu (5/11) siang waktu setempat.
Acara yang dimoderatori oleh Anne Rasmussen, guru besar musik dan etnomusikologi dari College of William and Mary, Williamsburg, Virginia, dan dihadiri oleh sekitar 60 undangan ini merupakan program keempat dalam seri Performing Indonesia yang merupakan kerja sama KBRI Washington DC bersama Freer and Sackler The Smithsonian Museum of Asian Arts, lembaga yang sangat prestisius di Amerika, serta The George Washington University dalam kerangka program Rumah Budaya Indonesia (RBI), Kemdikbud RI.
Dalam keterangan pers tertulis KBRI Washington DC yang diterima Republika.co.id, Senin (7/11), disebutkan bahwa bagi Indonesia, tema Islamic Intersections dianggap tepat karena sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, rakyat Indonesia hidup di alam pluralisme dalam konteks Bhinneka Tunggal Ika yang juga mirip dengan pengertian E Pluribus Unum yang menjadi motto negara Amerika.
Dalam presentasinya, Maria Ulfah menyampaikan bahwa seni dalam Alquran terbagi dua, yaitu kaligrafi dan seni baca. Sementara itu, gaya membaca kitab suci Alquran ada lima: Hadr (sedikit cepat), Tadwir (sedang), Murattal (datar, tenang tanpa tergesa-gesa), Tahqiq (pelan) dan Mujawwad (menggunakan irama tertentu dan membutuhkan teknik pernafasan tingkat tinggi).
Menurut Maria Ulfah, di Indonesia, baik pria maupun wanita yang membaca Alquran menikmati jenis popularitas yang diasosiasikan dengan musik pop , opera dan bintang-bintang olahraga sebagaimana di negara-negara Barat. Pembacaan Alquran dilakukan dalam perayaan-perayaan Islam, seperti pada peringatan hari lahirnya Nabi Muhammad dan turunnya Alquran, acara/kegiatan dalam keluarga seperti pernikahan, ulang tahun, dan pemakaman dan upacara di kalangan publik seperti pembukaan kantor baru dan memulai suatu acara amal/derma.
Di Indonesia, sambung dia, kompetisi pembacaan Alquran dilakukan oleh banyak lembaga seperti sekolah, universitas, perusahaan swasta, kantor pemerintah pada level desa, distrik, provinsi dan nasional. Kontestannya termasuk anak-anak, remaja, lelaki dan perempuan, termasuk tuna netra.
"Pemenang mendapatkan berbagai macam hadiah dan mereka sering dihargai dan dihormati publik," ujarnya.
Sementara itu dalam kesempatan tersebut Rasmussen menuturkan, pembaca Alquran di kalangan perempuan di Arab jarang dan umumnya tidak diketahui karena mereka terkadang tidak ditampilkan ke publik dan dipisahkan dari lelaki. Seain itu, kata dia, pemuka agama di beberapa negara Muslim menganggap suara wanita terlarang (haram).
Kondisi tersebut, menurut Rasmussen, sangat kontras dengan keadaan di Indonesia yang jelas tidak membedakan antara hak-hak pria dan wanita, termasuk dalam berkiprah di ranah religi.
Sebagai seorang qoriah, kepopuleran Maria Ulfah dalam melantunkan ayat-ayat Alquran bukan hanya di Indonesia, tetapi telah pula diakui di dunia internasional. Maria terkenal di banyak negara di Eropa, Mesir, Arab Saudi, Brunei Darussalam, Iran, Yordania, Libya dan Qatar.
Walau telah berusia 61 tahun, stamina Maria terhitung prima dan suaranya masih nyaring dan bening. Motivasi Maria tidak pernah surut dalam memperkenalkan ayat-ayat suci Alquran yang dilantunkan dengan indah.
Sebagai ikon Indonesia untuk seni baca Alquran, menurut keterangan resmi KBRI Washington, Maria Ulfah masih akan tampil berbicara di berbagai lembaga pendidikan penting di Washington DC dalam seminggu ini sebelum kembali ke Indonesia.