Senin 07 Nov 2016 13:10 WIB

Kejahatan Siber Salah Satu Fokus Utama Sidang Umum Interpol

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Indira Rezkisari
Wakil Presiden Jusuf Kalla (tengah) berjabat tangan dengan Presiden Interpol, Mireille Ballestrazzi (kedua kiri) disaksikan Sekjen Interpol Jurgen Stock (kiri), Kapolri Jendral Pol Tito Karnavian (kedua kanan) dan Gubernur Bali Made Mangku Pastika (kanan)
Foto: Antara/Nyoman Budhiana
Wakil Presiden Jusuf Kalla (tengah) berjabat tangan dengan Presiden Interpol, Mireille Ballestrazzi (kedua kiri) disaksikan Sekjen Interpol Jurgen Stock (kiri), Kapolri Jendral Pol Tito Karnavian (kedua kanan) dan Gubernur Bali Made Mangku Pastika (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Kejahatan dunia siber (cyber crime) menjadi salah satu fokus utama pembahasan Sidang Umum Interpol ke-85 di Nusa Dua, Bali. Sekretaris Jenderal Interpol, Jurgen Stock mengatakan kejahatan ini menjadi fenomena global sebagai akibat berkembangnya teknologi dan internet yang sangat kompleks.

"Kelompok teroris berhubungan dengan internet. Ini menjadi problem bagi negara penegak hukum yang mencari bukti investigasi, bukti enskripsi menggunakan teknologi," kata Stock di Nusa Dua, Senin (7/11).

Negara-negara anggota Interpol, kata Stock perlu melakukan proteksi untuk memerangi terorisme asing lewat internet dan teknologi. Dia mencontohkan militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang juga dinilainya bergerak cepat karena memanfaatkan perkembangan internet dan teknologi.

"Kami menyoroti radikalisasi yang menggunakan platform internet," katanya.

Salah satu mitra Interpol di bidang kejahatan siber, Trend Micro melakukan perbaikan dan standardisasi kemampan investigasi kejahatan siber dari organisasi kepolisian negara-negara anggota Interpol. Trend Micro mendukung pelatihan penyelidikan Interpol, misalnya memberikan pengetahuan tentan metode serangan yang mencoba mengeksploitasi email, website, dan jaringan teknologi.

"Berbagai kelompok kriminal siber bekerja secara global di berbagai perusahaan, perbatasan negara, pemerintah, dan organisasi tanpa meninggalkan jejak apapun. Datanya terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir," kata CEO Trend Micro, Eva Chen.

Trend Micro mendeteksi kejahatan siber yang terkait dengan command and control server (C&C server) paling banyak terjadi di Amerika Serikat (38,20 persen), India (12,20 persen), Jepang (7,43 persen), Turki (4,71 persen), dan Jerman (4,16 persen). Kejahatan siber yang terkait dengan malicious URL tervanak terjadi di Amerika Serikat (27,67 persen), Cina (6,44 persen), Rusia (2,84 persen), Portugal (2,37 persen), dan Belanda (2,26 persen).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement