REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Ketua Perhimpunan Kebun Binatang Seluruh Indonesia (PKBSI) Rahmat Shah mengatakan perdagangan satwa langka termasuk penyelundupan ilegal terbesar kedua di dunia, setelah narkoba. Dia berharap ada peningkatan pengawasan dan proses hukum jera bagi pelaku perdagangan ilegal.
Di Indonesia, kesejahteraan mengenai hewan sudah tertuang dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2009 Pasal 66-67 Tentang Kesejahteraan Hewan. Dia mengatakan kebun binatang berperan penting dalam membantu konservasi hewan. Namun, dia menyayangkan masih ada kebun binatang yang belum sepenuhnya menerapkan etika membina lembaga konservasi. Akhirnya, kata dia, banyak hewan yang jadi korban.
"Dan kebanyakan yang melanggar itu kebun binatang plat merah. Kalau dikeluarkan dari perhimpunan, bisa makin runyam lagi maka masih dipertahankan," ujar Rahmat, beberapa waktu lalu.
Saat ini ada 68 lembaga konservasi resmi di bawah naungan PKBSI. Namun sudah ada 21 calon lembaga yang akan terdaftar. Kepala PKBSI ini mengatakan, seperti halnya kasus kebun binatang di Surabaya yang telah menarik perhatian dunia juga memicu anggapan bahwa Indonesia masih belum becus mengurusi satwa. Indonesia, sambung Rahmat, dianggap bangsa barbar yang tidak bisa mengurus binatang.
"Tapi setelah kami beri klarifikasi, tuduhan itu dibatalkan. Memang benar, penyiksaan hewan dan atau kasus sianida dalam makanan hewan, tapi soal aturan ideal jelas kami punya namun dilanggar," katanya.
Rachmat juga menyayangkan kebun binatang yang dipimpin oleh seorang yang tidak memiliki kapasitas yang sesuai. Dia mencontohkan kebun binatang yang dikepalai seorang lulusan bidang akuntansi. Semestinya, menurut dia, salah satu syarat direktur sebuah lembaga konservasi juga dilihat dari latar belakang, rekam jejak pendidikan maupun pengalamannya.
"Jika tidak, jadi bencana kalau seorang direktur tidak mengetahui masalah, tentang konservasi," katanya lagi.
Pihaknya mengakui, saat ini sedang ada proyek pembangunan lembaga konservasi dan atau kebun binatang di Solo,Jawa Tengah yang diharapkan menjadi pilot proyek. Selain itu, ada pula pembahasan mengenai standarisasi akreditasi sebuah lembaga konservasi.