REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Agama dan Indonesia tak bisa dipisahkan karena agama di Indonesia hadir tanpa merusak budaya yang sudah ada.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan, Indonesia adalah bangsa besar, kerukunan bukan hal asing. Indonesia itu majemuk dengan heterogenitas tinggi tak hanya budaya dan suku tapi juga agama.
Dengan keragaman begitu rupa, Indonesia sebenarnya dikenal rukun. Sehingga pendiri bangsa ini banyak mencetuskan konsep dari apa yang sudah ada dalam kehidupan masyarakat Indonesia selama ini. Keguyuban itu dikenal sejak lama dan itu karena kehidupan agama yang sudah berlangsung lama.
Kearifan lokal dari ujung timur ke barat Indonesia berkaitan dengan agama. Indonesia dikenal sebagai bangsa religius, bangsa yang memegang agama sebagai bagian tak terpisah dari kehidupan dan muncul dalam kerarifan lokal.
''Ini karena agama yang masuk ke Nusantara dilakukan pula dengan damai melalui akulturasi. Masuk dengan cara yang tidak merusak atau menghilangkan tradisi,'' kata Lukman ketika membuka Kemah Pemuda Lintas Agama 2016 di Perkemahan Citra Alam, Cisarua, Kabupaten Bogor, Senin (7/11).
Agama masuk dan mewarnai tradisi yang ada. Agama apapun sangat kental tradisi Nusantaranya. Ia mencontohkan kegiatan doa bersama. Di Indonesia, doa bersama lintas agama bukan hal anek.
Tapi di negara lain, hal itu tidak ditemui. Borobudur sebagai simbol Buddha juga dipertahankan meski mayoritas bangsa ini penganut Muslim. Masjid berderetaan dengan gerejan pun bisa. ''Kerukunan umat beragama itu bukan barang baru bagi kita,'' kata Lukman menjelaskan.
Kalau ada yang menyebut jangan membawa SARA, Lukman mewanti-wanti untuk menelaah dulu. Karena ada unsur agama ada di sana. Ini penting agar masyarakat juga tidak terjebak pula untuk memisahkan agama dalam kehidupan.
''Kalau seperti itu, justru mengingkari jati diri bangsa. Bangsa kita religius, agama tak bisa dipisahkan dari kehidupan, apapun agamanya. Yngg tidak boleh adalah melakukan hal yang justru mengingkari tujuan agama,'' ujar Lukman.
Ia menekankan agama harus digunakan untuk hal promotif, bukan sebaliknya. Agama itu ada untuk memanusiakan manusia. Daripada menggunakan agama untuk menilai tindakan orang lain terhadap kita, gunakan agama sebagai basis nilai sikap kita kepada orang lain.
''Kita banyak menuntut dan itu lebih banyak didasarkan pada nilai agama kita sendiri. Kalau semua agama seperti ini, sulit. Jadikan landasan tindakan kita terhadap orang lain karena agama punya nilai mulia,'' ungkap Lukman.