REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pihak Kepolisian diharapkan segera menetapkan status tersangka terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama (Ahok) dan menangkapnya. Pasalnya Ahok diduga telah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sylviani Abdul Hamid dari SNH Advocacy Center mengatakan apabila Ahok tidak dihukum, maka akan merusak pondasi Pancasila dan kebinekaan yang sudah terjalin baik antarmasyarakat dan golongan maupun antarsesama pemeluk agama.
Hal ini disebabkan karena masyarakat akan saling menghina, mengejek dan merendahkan atribut agama maupun golongan lain hanya dengan menambah kata 'pakai'. Sebagaimana diketahui, polemik yang berkembang adalah mengenai transkrip penghilangan kata ‘pakai’ dalam pernyataan Ahok.
Menurut Sylvi, baik menuliskan kata 'pakai' maupun tidak, sebenarnya mempunyai arti yang sama yaitu merendahkan si pembawa berita sebagai pelaku maupun sebagai ‘alat’ yang dibawa, keduanya adalah termasuk kategori penodaan.
“Coba kalau kita ganti kata surah Al Maidah dengan undang-undang, marah enggak si pembuat undang-undang," ujarnya, Senin (7/11).
Jadi, kata dia, seandainya Ahok bebas akibat penambahan kata 'pakai', maka semua orang berhak menghina dan mengejek ibadah agama lain. "Bisa hancur sistem bernegara," kata Sylvi.
Oleh karena itu, dia meminta aparat tidak terjebak hanya dalam pemakaian kata 'pakai'. "Lihat saja bukti permulaannya, apabila cukup dan mendukung unsur-unsur Pasal 156, maka harus dilanjutkan prosesnya," kata Sylvi.