REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Seorang hakim di Pengadilan Hong Kong meminta juri dalam sidang pembunuhan oleh bankir asal Inggris, Rurik Jutting melihat alasan di luar kelainan seksual yang dimilikinya. Bukti-bukti intelektual yang dimiliki oleh tersangka harus menjadi pertimbangan.
Jutting menjadi tersangka utama dalam pembunuhan terhadap dua warga negara Indonesia (WNI) di Hong Kong 2014, lalu. Ia sebelumnya juga diduga mengkonsumsi alkohol, serta narkotika yang mengakibatkan dirinya di bawah pengaruh untuk melakukan kejahatan itu.
Meski demikian, Jutting mengaku tidak bersalah atas pembunuhan Sumarti Ningsih (23 tahun) dan Seneng Mujiasih (26) di apartemen miliknya. Juri telah melihat video yang menunjukkan bahwa pria berusia 31 itu menyiksa Ningsih, sebelum memotong leher korban.
Tubuh Ningsih kemudian ditemukan telah dimutilasi dan diletakkan di dalam sebuah koper. Sementara, Mujiasih ditemukan di apartemen Jutting dalam keadaan terluka bagian leher dan belakang badan.
"Saya rasa juri tidak hanya berpikir bahwa jiwa dan pikiran Jutting abnormal, yang berarti ia akan mendapat keringanan dalam kejahatan ini," ujar deputi hakim Pengadilan Tinggi Hong Kong, Stuart Moore, dilansir The Strait Times, Senin (7/11).
Pembela Jutting berargumen bahwa kliennya mengkonsumsi kokain dan alkohol, sehingga melakukan tindakan di luar kontrol. Namun, bagi Moore, hal itu tidak sekadar demikian dan meyakini pelaku bertindak di bawah kesadaran.
"Fakta bahwa Jutting memiliki kehidupan pribadi yang mengerikan tidaklah penting, tapi dirinya yang belum bersaksi selama persidangan menjadi tanda tanya," jelas Moore.
Ia mengatakan, hal itu membuktikan satu hal lain seperti Jutting mencoba menyembunyikan kemungkinan dirinya memiliki gangguan mental. Moore menilai kondisi jiwa terganggu dalam kasus ini tak trjadi secara substansial.
"Semua orang mungkin setuju dengan gangguan yang dimiliki Jutting, tapi bagaimana dengan kata-kata yang ia pikirkan tentang apakah penjara mampu menahannya dalam waktu lama," jelas Moore.