REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Mahmud Yunus
“Sungguh Allah telah meridhai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Muhammad) di bawah pohon. Dia mengetahui apa yang ada di lubuk hati mereka. Lalu, Dia memberikan ketenangan atas mereka dan memberi imbalan berupa kemenangan yang dekat. Dan harta rampasan yang banyak yang akan mereka dapatkan. Dan Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.” (QS al-Fath [48]: 18 – 19).
Ayat ini terkait dengan baiat ar-ridhwan yang terjadi di kawasan Hudaibiyah. Pada 6 Hijriyah Rasulullah SAW dan kaum Muslimin berangkat ke Makkah untuk melaksanakan umrah. Namun, niat baik tersebut diganggu oleh kaum musyrikin Quraisy.
Alkisah, kaum musyrikin Quraisy memanggil Suhail bin Amr dan meminta kepadanya: “Hai, Suhail. Temuilah Muhammad untuk mengadakan perjanjian damai. Isinya, tahun ini mereka harus kembali ke Madinah. Mereka baru boleh kembali lagi ke Makkah pada tahun depan.”
Maka, Rasulullah SAW dan kaum Muslimin pun mengurungkan niatnya untuk melaksanakan umrah pada 6 Hijriyah. Memang, awalnya sebagian kaum Muslimin ada yang mengusulkan kepada Rasulullah SAW agar tetap melaksanakan umrah dengan segala risikonya. Itikad baik Rasulullah SAW tersebut terbukti mendapat gangguan.
Sebagaimana diriwayatkan Bukhari dan Muslim, Salmah bin Akwa’ menceritakan: “Tidak lama kemudian kaum musyrikin membuntuti dan merintangi kami.” Salmah melanjutkan ceritanya, “Lalu, saya beristirahat di bawah pohon, tidak lama datanglah empat orang dari kaum musyrikin dan mencoba memprovokasi saya dengan cara menghina dan mengolok-olok Rasulullah SAW. Saya mengabaikan mereka. Dan, saya pindah ke bawah pohon yang lain.”
Salmah melanjutkan ceritanya: “Kemudian saya menghunuskan pedang ke arah empat orang dari kaum musyrikin tersebut yang saat itu sedang tidur. Saya rampas senjata mereka kemudian saya giring mereka. Pada saat yang sama, paman saya juga sedang menggiring tawanan salah satunya bernama Mikraz dan beberapa tawanan lainnya.”
Namun, Rasulullah SAW mengingatkan, “Biarkanlah mereka. Mereka sebenarnya telah berusaha mengkhianati perjanjian mereka.” Lalu, Beliau SAW memaafkan mereka.
Dalam riwayat lain, sebagaimana diriwayatkan Muslim, Anas berkata, “Beberapa orang dari penduduk Makkah bahkan berusaha membunuh Rasulullah SAW di sebuah kawasan tidak jauh dari Tan’im. Beliau berhasil menangkap mereka. Namun, beliau memaafkan dan melepaskan mereka kembali.”
Allah SWT berfirman, “Dan Dialah yang mencegah tangan mereka dari (membinasakan) kamu (Muhammad) dan mencegah tangan kamu dari (membinasakan) mereka di tengah (kota) Makkah setelah Allah memenangkan kamu atas mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Fath [48]: 24).
Rasulullah SAW adalah pribadi yang cinta damai. Dan, hal tersebut telah diwariskannya kepada pengikutnya. Sangatlah ironis, bila ada orang mengatakan bahwa (umat) Islam adalah penebar rasa ngeri/teror.