REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peristiwa tangkap paksa Kepolisian terhadap ketua umum, sekretaris jenderal, dan dua orang Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) lainnya dini hari tadi, dinilai sebagai bentuk anarkisme politik.
"Pencidukan tanpa dasar dan dilakukan secara brutal dengan mengepung Sekretariat PB HMI menunjukkan bahwa Kepolisian sudah menjadi bagian dari permainan politik pemerintahan Jokowi yang tidak menyukai gerakan Bela Islam yang sudah semakin meluas," ujar Sekretaris Jenderal PB HMI periode 1999-2001 Ahmad Doli Kurnia, Selasa (8/11).
Menurut dia, apa yang dilakukan Kepolisian saat ini merupakan wujud nyata keberpihakan dan sudah masuk pada bagian gerakan Bela Ahok yang sekaligus dapat dipersepsikan mewakili sikap Pemerintahan Jokowi. "Mereka saat ini sedang ingin memecah dan melemahkan kekuatan gerakan Bela Islam yang menuntut Tangkap Ahok dengan pengalihan isu," kata dia.
Sebelumnya, kata Doli, mereka bermain dengan isu yang akan menjadikan Bun Yani sebagai tersangka. Sekarang pimpinan HMI ditangkap paksa. Doli mempertanyakan apa salah HMI sehingga pimpinannya harus ditangkap? Apakah di negara ini tidak boleh lagi ada anak-anak mahasiswa yang melakukan unjuk rasa membela kebenaran dan keyakinannya?
Dia mengatakan apabila mau mencari kambing hitam yang memicu kekisruhan pada malam 4 November, mungkin bisa ditelusuri mulai dari kata-kata provokasi Kapolda Metro Jaya yang meminta agar kader-kader HMI untuk dipukul, bukan dengan buru-buru menangkap paksa pimpinan HMI.
"Dengan sikap seperti itu, artinya pemerintah Jokowi sedang menarik Keluarga Besar HMI untuk ikut masuk bertarung ke gelanggang politik," ujarnya.