REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz menuturkan fenomena penolakan kampanye pasangan calon (paslon) oleh masyarakat merupakan hal yang baru. Sebab, paslon yang berkampanye ke beberapa daerah selama ini selalu mendapat sambutan dari warga.
"Ditolak untuk datang ke wilayah kampanye memang baru. Sejauh yang saya tahu, baru," tutur dia saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (8/11).
(Baca: Ini Detik-Detik Ahok Dievakuasi ke Mikrolet Saat Ditolak Warga)
Masykurudin menilai munculnya fenomena penolakan masyarakat terhadap paslon yang datang berkunjung, itu erat kaitannya dengan persoalan politik, hukum, dan agama. "Penolakan itu dilakukan karena berkelindannya persoalan antara hukum, politik dan agama," tambah dia.
Urusan pilkada, lanjut Masykurudin, tentu sebenarnya hanya terkait politik atau aspek kepemiluan. Jika situasi itu yang terjadi, masyarakat akan menerima perbedaan pilihan.
Namun, lanjut dia, itu berbeda dengan konteks Jakarta di mana ada persoalan politik. Pada saat yang sama, juga terjadi perisitiwa yang berkaitan dengan hukum dan agama. "Berkelindannya tiga persoalan itulah yang pada akhirnya memunculkan penolakan," ujar dia.
Sebelumnya pejawat calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab disapa Ahok diamankan oleh anggota Kepolisian ke dalam mikrolet M24 tujuan Grogol-Srengseng setelah didemo massa di Rawabelong, Jakarta Barat, pada 2 November lalu.
Ahok pun dibawa ke Polsek Kebon Jeruk kemudian keluar dan memberi pernyataan kepada para awak media pada pukul 16.35 WIB. Blusukan di hari kampanye Ahok ke Rawabelong ini merupakan yang tercepat jika sebelumnya kunjungan dilakukan selama dua jam.