REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Organisasi Interpol membangun kerja sama untuk penanggulangan kejahatan internasional. Salah satunya untuk penangkapan buronan-buronan yang berada di luar negeri.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul mengatakan dengan adanya kerja sama Interpol ini memudahkan Indonesia untuk memulangkan para buronan yang berada di luar negeri. Begitu pun sebaliknya, bila ada pelaku kejahatan negara lain yang kabur ke Indonesia bisa ditangkap dengan adanya kerja sama Interpol ini.
"Interpol ini menyediakan sarana pertukaran informasi untuk menyebar luaskan data informasi tersebut ke seluruh negara anggotanya, salah satunya Indonesia," ujar Martinus di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Selasa (8/11).
Melalui data ini kata dia salah satunya adalah Red Notice. Red Notice merupakan data buronan Internasional yang tersebar ke seluruh negara anggota Interpol sebagai permintaan penangkapan untuk di ekstradisi.
Martinus melanjutkan, Red Notice yang berhasil dipublikasikan melalui Interpol sebanyak 599 dari hampir seluruh anggota Interpol. Indonesia sendiri sejak tahun 2013 hingga 2016 ini sebanyak 83 yang sudah dipublikasikan.
"Dari 83 yang sudah dipublis oleh Interpol, telah dilakukan pencarian-pencarian dan yang diterbitkan oleh NCB Interpol Indonesia ada 24 orang," ujar Martinus.
Dari 24 orang tersebut di antaranya mereka buronan yang ditangkap di Indonesia seperti Sayyed Abbas, Ludek Bradac, Antonio Messicati Vitale, Musaev Samir, Tomas Toman dan Timothy Geoffey Lee.
Selanjutnya buronan Indonesia yang ditangkap di negara lain berkat kerja sama Interpol. Mereka di antaranya Samadikun Hartono dari Tiongkok, Hartawan Aluwi dari Singapura, Dimitar Nikolov Iliev dari Serbia, Totok Ari Praboo dari Kamboja, Adrian Kiki Ariawan dari Australia, Sherny Kojongian dari USA, David Nusa Wijaya dari USA, Pater Duntas Walbran dari Australia, Anggodo Wijoyo dari Tiongkok, Gayus Tambunan dari Singapura, dan Nazarudin dari Colombia.