Rabu 09 Nov 2016 00:44 WIB

LPSK Dampingi Sidang Pemukulan Guru di Makassar

Siswa berinisial MA (kanan) pelaku pemukulan terhadap seorang guru SMK Negeri 2 Makassar, mencium tangan guru korbannya, Dasrul usai sidang tertutup di Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (6/9).
Foto: Antara/Abriawan Abhe
Siswa berinisial MA (kanan) pelaku pemukulan terhadap seorang guru SMK Negeri 2 Makassar, mencium tangan guru korbannya, Dasrul usai sidang tertutup di Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (6/9).

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akan memberikan perlindungan kepada Dasrul, guru SMK Negeri 2 Makassar, Sulawesi Selatan. Dia menjadi korban penganiayaan orang tua di sekolah pada 10 Agustus 2016.

"Besok tim dari LPSK akan mendampingi korban dalam mengikuti persidangan. Hal ini, untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada korban", ujar Wakil Ketua LPSK Lili Pintauli Siregar di Makassar, Selasa (8/11).

Menurut dia, salah satu bentuk perlindungan adalah memberikan pendampingan fisik kepada Dasrul saat persidangan kasus tersebut di Pengadilan Negeri Makassar pada Rabu (9/11). Agenda persidangan adalah mendengarkan keterangan saksi.

Selain itu, pendampingan dilakukan untuk memberikan rasa aman dan nyaman pada korban dengan harapan dapat mengungkap tindak pidana yang dialaminya secara tenang, runut dan jelas di persidangan. Hal ini penting agar fakta-fakta yang sebenarnya terjadi saat penganiayaan di dalam lingkungan sekolah dapat terungkap. "Tanpa rasa aman dan nyaman, tentunya korban akan kesulitan dalam bersaksi atau keterangan yang diberikan bisa bias," katanya.

Selain pemberian pendampingan fisik, LPSK juga memberikan beberapa layanan pemenuhan hak korban. Diantaranya pemberian rehabilitasi medis kepada Dasrul dimaksudkan agar trauma medis pada korban bisa dipulihkan. "Korban mengalami luka-luka akibat peristiwa pidana ini, memulihkan korban terutama secara medis merupakan langkah pertama yang harus dilakukan," ungkap Lili.

Pemenuhan hak korban lain yang diberikan LPSK kepada Dasrul adalah pemenuhan hak prosedural. Pemenuhan hak prosedural untuk menjamin hak-hak D sebagai korban pidana tidak terlanggar selama proses peradilan pidana yang diikutinya. "Pemenuhan hak prosedural sudah kami berikan sejak korban menjalani proses di kepolisian, kejaksaan, hingga terus di pengadilan," katanya.

Selain Dasrul pada kasus ini, LPSK juga memberikan perlindungan kepada Z, seorang siswa yang menyaksikan peristiwa penganiayaan. Pihaknya berharap, kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Masyarakat diharapkan melakukan tindakan yang sesuai dengan aturan.

Jika ada hal yang dirasa tidak tepat masyarakat bisa melaporkan melalui lembaga yang terkait. Misalnya kepada Ombudsman, Inspektorat Daerah maupun Dinas Pendidikan.

"Main hakim sendiri apalagi sampai melakukan tindak pidana merupakan tindakan yang bisa menjadi bumerang bagi masyarakat itu sendiri. Lebih baik laporkan kepada instansi terkait," katanya.

Sebelumnya, seorang guru SMK Negeri di Makassar bernama Dasrul menjadi korban penganiayaan orang tua siswa bernama Adnan pada 10 Agustus 2016. Kala itu, korban menegur muridnya yang berinisial MAS karena tidak mengerjakan pekerjaan rumah. Tidak terima terhadap teguran itu, MAS kemudian membantah dan mengeluarkan kata kasar sehingga korban memberikan pelajaran.

Tidak terima diperlakukan seperti itu MAS juga melaporkan kepada ayahnya Adnan, melalui sambungan telepon. Adnan kemudian datang ke sekolah dan mencari Dasrul lalu menganiaya hingga hidungnya berdarah sampai tulang hidung retak sampai dirawat beberapa hari di rumah sakit

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement