REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Imam Nur Suharno
Kegaduhan seringkali mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika hal itu dilakukan di dalam forum musyawarah maka sah-sah saja, dan mengindikasikan hidupnya suasana musyawarah. Akan tetapi, jika kegaduhan itu dilakukan di luar musyawarah --apalagi di ranah publik-- hal itu tidak hanya dapat menimbulkan fitnah dan ghibah, pun dapat merusak tatanan kahidupan berbangsa.
Kegaduhan biasanya terjadi karena ketidaksabaran seseorang dalam menjaga lidah. Tanda kematangan kepribadian seseorang ketika bisa meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat, termasuk dalam menjaga lidah. Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: “Rasululah SAW bersabda, “Di antara (tanda) kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat baginya.” (HR Tirmidzi).
Sebab, membiarkan lidah dari banyak berucap yang tidak membawa manfaat hanya akan membuang-buang waktu, padahal ajal selalu mengintai dirinya. Karena itu, Islam memberikan tuntunan dalam mengelola lidah agar terhindar dari hal yang tidak diinginkan.
DR Musthafa Dieb Al-Bugha dan Muhyidin Mistu dalam kitabnya Al-Wafi Fi Syarhil Arba’in An-Nawawiyah menjelaskan, etika seorang Mukmin dalam mengelola lidah. Pertama, berusaha membicarakan hal yang mendatangkan manfaat, dan tidak membicarakan hal yang tidak diperbolehkan. Akibat dari ketidakmampuan mengelola lidah adalah ghibah, namimah, menuduh, mencela orang lain, dan lain sebagainya.
Kedua, tidak banyak berbicara. Rasulullah SAW bersabda, ”Janganlah kalian banyak bicara, yang bukan dzikir kepada Allah. Karena banyak bicara, yang bukan dzikir kepada Allah, akan membuat hati keras. Dan manusia yang paling jauh dari Tuhannya adalah yang hatinya keras.” (HR Tirmidzi).
Ketiga, wajib berbicara ketika diperlukan, terutama untuk menjelaskan kebenaran dan amar makruf nahi munkar. Ini adalah sikap mulia yang jika ditinggalkan termasuk pelanggaran dan berdosa. Sebab, orang yang mendiamkan kebenaran pada dasarnya adalah setan bisu.
Dengan demikian, jika setiap kita mampu mengelola lidah dari perkataan yang mengandung kebatilan, seperti umpatan, hardikan, hinaan, ejekan, olok-olokan, adu-domba, dan hasutan, niscaya tidak akan ada perselisihan dan kegaduhan yang berkepanjangan di tengah-tengah masyarakat. Wallahu a’lam.