Kamis 10 Nov 2016 15:57 WIB

Hillary Diunggulkan Survei Hingga 90 Persen, Nyatanya Keok oleh Trump

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden terpilih Donald Trump mengepal tinjunya selama malam kampanye pemilu di New York, Rabu  (9/11).
Foto: AP/Evan Vucci
Presiden terpilih Donald Trump mengepal tinjunya selama malam kampanye pemilu di New York, Rabu (9/11).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dunia masih terkejut dengan fakta kemenangan Donald Trump. Dua hari sebelum pemungutan suara, para ahli statistik dan beragam jajak pendapat banyak yang mengunggulkan Hillary Clinton.

Mereka bahkan memberi Clinton  peluangan 75 hingga 99 persen peluang menang. Nyatanya, tak terbukti.

Ini menjadi salah satu faktor yang membuat dunia terkejut. 

Reuters mengaku 'kekeliruan' atas survei itu.  Reuters menjabarkan, jajak pendapat mereka terdiri dari dua tipe. Pertama prediksi hasil suara populer. Mereka menggunakan survei nasional untuk menentukannya.

Kedua mereka mencari tahu peluang menang masing-masing kandidat. Kalkulasi ini diprediksi pada jajak pendapat di masing-masing negara bagian. Kedua tipe jajak pendapat ini ternyata keliru.

Presiden AS dipilih bukan oleh suara populer nasional, namun oleh masing-masing Electoral College di 50 negara bagian dan Washington DC. Para peramal angka secara umum tidak memasukkan itu dalam jajak pendapat.

"Sama saja seperti mengundi 51 koin yang berbeda," tulis Reuters. Selain itu, suara-suara di pinggiran dan pedalaman tidak terhitung oleh jajak pendapat. Padahal ternyata merekalah yang memberatkan suara untuk Trump.

Baca juga, Donald Trump Menangkan Pilpres AS.

Reuters/Ipsos memproyeksikan Clinton akan menang suara populer hingga 45 persen melawan 42 persen milik Trump. Reuters juga menuliskan 90 persen peluang menang untuk Clinton.

Presiden Ipsos Public Affairs US, Cliff Young mengatakan masalah muncul pada model jajak pendapat yang dibuat untuk memprediksi siapa yang harus memilih. Mereka keliru memilih calon pemilih.

Model itu secara universal salah memperhitungkan distribusi kelompok demografi yang berbeda, yang seharusnya memilih. Jumlahnya lebih rendah dari yang diharapkan.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement