REPUBLIKA.CO.ID, PURBALINGGA -- Kasus perceraian di Kabupaten Purbalingga tergolong yang sangat tinggi. Sekretaris Bappeda Purbalingga, Umar Faozi, menyatakan jumlah kasus perceraian di wilayahnya sepanjang tahun 2015, tercatat sebanyak 882 kasus.
Dari jumlah kasus tersebut, 63,09 persen kasus perceraian justru berasal dari gugat cerai yang sebelumnya diajukan pihak isteri ke pengadilan agama. "Tumbuhnya industri di Purbalingga banyak mempekerjakan kaum wanita di pabriknya, justru memunculkan keberanian pihak wanita untuk kemudian mengajukan gugatan perceraian bila pasangan dianggap tidak sesuai harapannya," jelas Faozi, usai acara workshop diseminisasi penguatan ketahanan keluarga, Kamis (10/11).
Selain data tersebut, dia menyebutkan, rata-rata pasangan yang mengajukan permohonan perceraian, juga didominasi oleh pasangan muda yang usia pernikahan belum mencapai 10 tahun. Menurutnya, tingginya kasus perceraian pada pasangan muda ini, antara lain didorong oleh kenyataan bahwa kasus pernikahan dini di Purbalingga juga tergolong tinggi.
Berdasarkan data dari Pengadilan Agama Purbalingga, terungkap bahwa permohonan dispensasi nikah selama 5 tahun terus meningkat. "Pada tahun 2014, tercatat sebanyak 104 pasangan yang mengajukan dispensasi nikah, sedangkan tahun 2015 naik menjadi 124 kasus. Sedangkan pada 2016 ini, hingga Oktober 2016 lalu sudah tercatat sebanyak 101 pasangan yang mengajukan dispensasi nikah," jelasnya.
Kepala Bidang Statistik, Pengendalian dan Evaluasi Bappeda Purbalingga, Sri Haryanto Purwandono, mengatakan workshop diikuti 100 orang yang berasal dari kalangan organisasi pemerintah daerah dan organisasi wanita. Kegiatan tersebut bertujuan untuk memberikan pengetahuan dalam meningkatkan keharmonisan keluarga.