Kamis 10 Nov 2016 22:37 WIB

Kalimat 'Dibohongi Pakai Almaidah 51' Ajakan tak Ikuti Anjuran Agama

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bilal Ramadhan
Sejumlah pengunjuk rasa melakukan unjuk rasa di Bundaran Air Mancur (BAM) Masjid Agung Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (4/11).
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Sejumlah pengunjuk rasa melakukan unjuk rasa di Bundaran Air Mancur (BAM) Masjid Agung Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (4/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana, Syaiful Bakhri menegaskan sangat mudah untuk membuktikan apakah perkataan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Kepulauan Seribu, terkait 'Dibohongi pakai Almaidah 51'. Menurutnya perkataan itu sendiri sudah bagian dari ajakan kepada mereka yang hadir di situ agar tidak mengikuti aturan agama.

"Kalimat itu adalah ajakan agar tidak mengikuti anjuran itu sebagai dasar memilih," kata Syaiful dalam diskusi publik ''Kasus Ahok Nista Islam, dalam Perspektif Hukum Pidana' di kawasan Gondangdia, Jakarta Kamis (10/11).

Jadi menurutnya, sesungguhnya sangat mudah bagi polisi dan penyidik membuktikan apakah ada penistaan agama atau tidak dari pernyataan tersebut. Tapi faktanya polisi terlihat sangat sulit mencarinya, sehingga perlu mendatangkan ahli dan memutuskan gelar perkara terbuka demi mendapatkan kepercayaan publik.

Selain itu bila merujuk Yurisprudensinya, kasus ini sama dengan banyak kasus penistaan agama lain, sangat sederhana. Beda kasusnya bila pemuka agama yang berkhotbah di rumah ibadah, baik itu pemuka agama Kristen di Gereja atau pemuka agama Islam di Masjid, mengajak memilih pemimpin sesuai agamanya.

"Itu tidak menista agama, justru dilindungi konstitusi negara," terangnya.

Karena konstitusi negara kita merujuk pada Ketuhanan yang Maha Esa. Jadi tidak dimaknai penghinaan di ruang-ruang rumah ibadah yang disampaikan masing-masing pemuka agama itu. Tetapi penghinaan yang menggunakan alat, dengan kata 'dibohongi' apalagi yang menyampaikan bukan bidangnya menyampaikan itu, dan disampaikan dimuka umum. Tentu hal ini berpotensi menjadi penghinaan agama.

Kemudian, lanjutnya dalam kalimat itu juga terdapat ajakan agar pendengar atau audiens yang hadir disana, agar tidak menjalankan agama, yakni Almaidah 51. Terlepas dari apapun tafsirnya.

"Itu sama dengan mengajak agar orang tidak mengikuti ajaran agamanya," ujar Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta ini.

Maka mengajak orang agar tidak mengikuti ajaran agamanya di depan umum itu, menurutnya dapat dengan mudah menjadi penghinaan agama. Maka ini menjadi bukti bahwa sebenarnya dapat dengan mudah aparat kepolisian atau penyidik membuktikan bahwa perkataan itu mengarah pada penistaan agama.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement