Jumat 11 Nov 2016 02:46 WIB

Ini Cara Uji Komitmen Paslon Saat Kampanye Pilkada

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Bayu Hermawan
Ilustrasi Pilkada Damai, Pilkada Serentak
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Pilkada Damai, Pilkada Serentak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow menuturkan model kampanye seperti pemberian nomor ponsel atau kartu nama yang tercatat nomor telepon genggam, bisa menjadi jebakan. Sebab, di situlah pasangan calon (paslon) yang menggunakannya akan diuji komitmen mereka untuk dekat dengan rakyat.

"Itu juga bisa menjadi jeabakan, karena kalau ada kontak-kontak yang kemudian tidak terespons dengan baik itu malah jadi bumerang, itu bisa jadi nilai negatif bagi dia (paslon)," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (10/11).

Saat nomor ponsel tersebut diberikan kepada masyarakat, secara tidak langsung Paslon tersebut akan diuji. Misalnya, ketika ada warga yang berupaya berkomunikasi dengan Paslon tersebut lewat nomor yang diberikan, tapi tidak direspons, maka itu akan dinilai negatif oleh warga. Khalayak akan menilai tindakan memberi nomor ponsel itu sekadar kampanye dan tidak betul-betul berkomitmen dekat dengan rakyatnya.

"Makanya komitmen calon itu diuji, apakah itu sekadar kampanye saja atau memang benar-benar berkomitmen, nah masyarakat nanti bisa menilai, kalau dia telpon atau hubungi, ada enggak reaksinya," ujarnya.

Lagi pula, menurut Jeirry, pemberian nomor ponsel paslon kepada masyarakat itu hal yang tidak terhindarkan. Karena, jika paslon tersebut menolak untuk memberikan nomor ponselnya ketika diminta masyarakat, pun akan mendapat citra negatif dari masyarakat.

"Model membangun relasi yang saling percaya antara masyarakat dan calon itu bisa dengan memberikan nomor telepon supaya masyarakat bisa langsung berkomunikasi dengan calon yang bersangkutan, malah kalau enggak diberikan, itu bisa blunder," ujar dia.

Terkait kampanye dengan model blusukan ala Joko Widodo yang banyak ditiru oleh tiga paslon di DKI Jakarta, menurut Jeirry, sebetulnya kampanye model itu bukan khas Jokowi. Banyak kandidat jelang pilkada maupun pilreg dan pemilihan lainnya, yang terjun ke masyarakat sebelum Jokowi melakukan.

"Mungkin karena Jokowi populer, disukai masyarakat, sehingga itu dianggap khas jokowi. Padahal sudah banyak yang menggunakannya di Pilkada atau Pileg dan pemilihan lainnya," kata dia.

Persoalan banyaknya paslon yang menggunakan cara kampanye blusukan, lanjut Jeirry, karena jauh lebih efektif dan lebih murah. Kampanye tersebut tidak perlu mengeluarkan dana untuk menghadirkan orang banyak. Apalagi sampai membayarnya.

"Justri calon-calon ini yang datangin. Ini jauh lebih murah. Karena dengan demikian memang akan mengurangi biaya kampanye juga dan masyarakat bisa ngobrol dengan calon. Ada dialog dan masyarakat bisa langsung menyampaikan apa yang mereka harapkan. Bahkan melakukan kontrak dengan paslon ketika calon datang mengunjungi mereka," jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement