Jumat 11 Nov 2016 15:29 WIB

Impor tak Pengaruhi Penjualan Cangkul Lokal di Malang

Rep: Christiyaningsih/ Red: Angga Indrawan
Pedagang menata sejumlah kepala cangkul impor asal Tiongkok yang dijual di salah satu toko pertanian di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Selasa (1/11).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Pedagang menata sejumlah kepala cangkul impor asal Tiongkok yang dijual di salah satu toko pertanian di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Selasa (1/11).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Dibukanya keran impor cangkul dari Cina sejauh ini tak memengaruhi pasaran cangkul lokal di Kota Malang. Hingga saat ini cangkul impor belum merambah Kota Malang. Menurut pedagang alat pertanian, Soeprapto, cangkul-cangkul yang dijual di Malang mayoritas buatan pengrajin Blitar dan Tulungagung.

Soeprapto mengatakan belum ada cangkul jenis baru yang beredar di pasaran. "Belum tahu kalau ada impor cangkul dari Cina, cangkul yang dititipkan sales masih sama seperti kemarin-kemarin," jelasnya saat ditemui belum lama ini.

Menurut pria yang membuka toko di Jalan Ki Ageng Gribig ini, kualitas cangkul dari Blitar dan Tulungagung dikenal bagus. Baja yang digunakan tebal sehingga cangkul awet meski sering digunakan. Harga cangkul tersebut berkisar antara Rp 100 ribu - Rp 150 ribu per buah.

Cangkul yang beredar di pasaran terdiri atas dua jenis yakni cangkul cor-coran dan buatan pandai besi. Cangkul cor-coran dibuat secara massal oleh pabrik. Sedangkan buatan pandai besi dibuat manual satu per satu. Harga cangkul cor-coran lebih murah yakni sekitar Rp 35 ribu. "Kemungkinan kalau yang diimpor dari Cina adalah cangkul cor-coran," ujarnya menerka.

Pemerintah melalui perusahaan BUMN, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) melakukan impor perdana cangkul dari Cina dan Vietnam guna diperdagangkan di Indonesia. Pada impor tahap pertama sebanyak satu kontainer yang terdiri atas 900 boks telah didatangkan ke Tanah Air. Setiap boks berisi 24 buah cangkul.

Mulyadi, pandai besi yang masih bertahan di Kota Malang berkisah, dirinya kini tak lagi membuat cangkul. Ia lebih senang membuat sabit karena pengerjaannya lebih singkat. Waktu yang dibutuhkan untuk membuat satu cangkul bisa menghasilkan empat sabit," kata dia.

Meski demikian ia terkadang masih menerima permintaan menyepuh cangkul jika ada pesanan yang datang. Penyepuhan dilakukan bila konsumen merasa baja cangkul terlalu tipis. Tarif untuk satu buah cangkul yang ia sepuh pun tak mahal, hanya Rp 20 ribu. Usaha pandai besi yang sudah memasuki generasi keempat tersebut menerima sekitar delapan order menyepuh cangkul per bulan. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement