REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Tiga pejabat kabupaten Dairi, Sumatra Utara yang merupakan terdakwa perkara dugaan korupsi pengadaan kapal wisata di daerah tersebut dibebaskan. Majelis hakim menilai ketiganya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
Persidangan dengan agenda vonis tersebut digelar di Pengadilan Negeri Medan, Jumat (11/11). Ketiga terdakwa, yakni Naik Syahputra Kaloko selaku panitia pelaksana teknis kegiatan (PPTK); mantan kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Perhubungan Dairi, Perdamaian Silalahi; dan Pengawas Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Perhubungan Dairi, Naik Capa.
Meski hakim ad-hoc Deny Iskandar berbeda pendapat (dissenting opinion), namun majelis hakim yang diketuai Didik Setyo Handono menilai, tidak ada bukti yang bisa dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Dairi yang bisa menjerat ketiga terdakwa.
"Dari fakta-fakta persidangan, majelis hakim tidak menemukan bukti yang kuat bahwa tindakan terdakwa melanggar Undang-undang sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum. Oleh karenanya, terdakwa harus dibebaskan dari seluruh dakwaan penuntut umum," kata Didik.
Terkait keputusan ini, JPU Firman Halawa belum bisa berkomentar banyak. Sebelumnya, JPU menuntut ketiga terdakwa dengan masing-masing hukuman pidana lima tahun penjara.
"Kami masih akan koordinasi dengan pimpinan untuk menentukan langkah selanjutnya," ujar dia.
Sementara itu, penasihat hukum terdakwa, Maruli M Purba mengapresiasi keputusan tersebut. Dia menilai, majelis hakim telah berbicara atas fakta hukum yang terungkap selama persidangan.
"Hakim obyektif, tidak terjebak dakwan jaksa. Kami sudah ungkap di persidangan bagaimana kondisi sebenarnya. Tidak ada niat klien kami melakukan perbuatan korupsi itu sesuai Pasal 2 dan Pasal 3 pada dakwaan JPU," kata Maruli.
Perkara ini berawal saat pemerintah kabupaten Dairi melakukan pembelian kapal wisata senilai Rp 395 juta dalam tahun anggaran (TA) 2008. Namun, kapal tersebut kemudian disebut telah ditukar kembali oleh Wakil Direktur CV Kaila Nusa, Nora br Butar Butar selaku rekanan.
Ketiga terdakwa lalu melaporkan pihak rekanan tersebut. Namun, justru mereka yang akhirnya ditetapkan sebagai tersangka, sementara Nora menjadi buronan. Ketiga terdakwa dinilai bersalah karena tidak melakukan pengecekan terhadap kapal yang akan dipergunakan untuk obyek wisata Silalahi Danau Toba itu. Padahal ketiganya ikut saat saat serah terima kapal pada 10 Desember 2008.