Ahad 13 Nov 2016 17:04 WIB

'Sekokah Hanya akan Memberi Banyak Beban'

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Agus Yulianto
Suasana Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di ruang kelas yang rusak di SDN 2 Larangan, Desa Larangan, Kec. Lohbener, Kab. Indramayu, Jabar.
Foto: Antara
Suasana Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di ruang kelas yang rusak di SDN 2 Larangan, Desa Larangan, Kec. Lohbener, Kab. Indramayu, Jabar.

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Rata-rata lama sekolah warga Kabupaten Indramayu hanya sampai kelas enam sekolah dasar (SD). Mahalnya biaya pendidikan dan kurangnya industri, dinilai menjadi penyebab kondisi tersebut.

 

Hal itu terlihat dari data BPS Provinsi Jawa Barat, yang menyebutkan bahwa angka MYS (rata-rata lama bersekolah) warga Kabupaten Indramayu pada 2015 hanya 5,46 tahun. Angka itu naik sedikit dari tahun sebelumnya yang mencapai 5,45 tahun.

 

Angka rata-rata lama sekolah warga Kabupaten Indramayu tersebut terendah di Jabar. Bahkan, Kabupaten Indramayu tertinggal cukup jauh dari kabupaten/kota tetangganya di Wilayah Ciayumajakuning. Untuk Kota Cirebon, rata-rata lama bersekolah warganya mencapai 9,76 tahun, Kabupaten Cirebon 6,32 tahun, Kabupaten Majalengka 6,8 tahun dan Kabupatn Kuningan 7,2 tahun.  

 

Kabid Data Informasi Penelitian dan Analisis Pembangunan Bappeda Kabupaten Indramayu Dadang Oce Iskandar mengakui, masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat Kabupaten Indramayu. Hal itu terlihat dari indikator yang dinilai dalam indeks pembangunan manusia (IPM).

 

"Dalam IPM, tingkat pendidikan dan kesehatan (masyarakat Indramayu) memang rendah. Hanya daya belinya saja yang tinggi," ujar Oce, saat ditemui di ruang kerjanya, akhir pekan kemarin.

 

Oce menambahkan, pernah dilakukan survei mengenai kondisi mental masyarakat Indramayu yang berusia 14 – 55 tahun. Dari hasil survei itu, ada yang memilih lebih baik tidak bersekolah dibandingkan bersekolah. "Penyebabnya, sekolah dinilai akan memberi banyak beban," tutur Oce.

 

Beban itu di antaranya menyangkut biaya sekolah. Karenanya, dengan tidak bersekolah, mereka akan terbebas dari beban biaya tersebut.

 

Selain itu, kondisi Indramayu yang merupakan daerah agraris juga turut memperlemah motivasi warga untuk bersekolah hingga jenjang yang tinggi. Pasalnya, hanya dengan bersekolah sampai tingkat SD, mereka sudah bisa bekerja di sawah.

 

Hal itu berbeda dengan masyarakat yang daerahnya merupakan kawasan industri. Masyarakat akan termotivasi untuk berpendidikan tinggi, minimal tamat SMA, agar bisa bekerja di pabrik. "Pemerintah harus memberikan fasilitas yang bisa meningkatkan motivasi warga untuk bersekolah," tegas Oce.

 

Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Indramayu, Azun Mauzun, saat dimintai tanggapannya, mengungkapkan, rendahnya angka rata-rata lama bersekolah warga Indramayu itu disebabkan mahalnya biaya pendidikan. "Selama ini imejnya pendidikan gratis, tapi kenyataannya banyak pungutan. Akibatnya, masyarakat jadi takut untuk melanjutkan pendidikan," kata wakil rakyat dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut.

 

Azun menyebutkan, contoh pungutan dalam dunia pendidikan itu di antaranya berupa sumbangan pembinaan pendidikan (SPP). Bahkan, dia pernah mendapatkan laporan adanya siswa SMK yang tidak bisa mengikuti ujian tengah semester (UTS) karena tidak mampu membayar SPP.

 

Tak hanya itu, kata Azun, rendahnya tingat pendidikan warga Kabupaten Indramayu juga disebabkan kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan. Hal tersebut dipicu minimnya pabrik di Indramayu yang mensyaratkan pekerjanya berpendidikan minimal SMA.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement