REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Pemerintah Australia dan Amerika Serikat berhasil menyepakati perjanjian 'satu kali' pemukiman kembali pengungsi yang berada di Pulau Manus dan Nauru di wilayah Amerika Serikat.
Perdana Menteri Malcolm Turnbull mengkonfirmasi kesepakatan ini Ahad pagi (13/11) menyusul rampungnya negosiasi yang sudah dilakukan selama satu tahun. Berbicara dari Canberra didampingi Menteri Imigrasi Peter Dutton, Turnbull mengatakan kesepakatan ini hanya berlaku bagi mereka yang saat ini berada di Nauru dan Pulau Manus dan tidak berlaku bagi pencari suaka baru manapun yang tiba dengan kapal.
"Ini merupakan perjanjian yang hanya berlaku satu kali saja. Kesepakatan ini tidak akan berulang,” katanya.
Otoritas berharap akan dapat mulai memindahkan [para pencari suaka di Pulau Manus dan Nauru] ke Amerika Serikat awal tahun depan. Turnbull tidak menyebutkan jumlah pengungsi yang akan dimukimkan kembali di Amerika Serikat (AS) sebagai bagian dari perjanjian ini, namun ia mengatakan penempatan ini akan diprioritaskan bagi merka yang sangat rentan – secara khusus pengungsi keluarga yang berada di Nauru.
Gambaran akhir akan sangat bergantung pada pejabat Amerika di Departemen Keamanan Dalam Negeri AS, yang akan tiba di Australia beberapa hari mendatang untuk melakukan proses penyaringan (skrining). Berdasarkan informasi yang diketahui ABC, tawaran ini akan berlaku bagi semua pencari suaka yang masih berada di pusat penahanan lepas pantai, begitu juga mereka yang masih dalam proses namun saat ini masih berada di Australia karena keperluan berobat.
Tawaran ini tidak akan berlaku bagi mereka yang sudah menerima pemukiman di tempat lain. Mereka yang tidak menerima pemukiman dengan AS rencananya akan dikirim ke Nauru dan diberikan visa selama 20 tahun untuk tinggal di pulau tersebut atau kembali ke negara mereka.
'Cincin besi' di sekeliling utara Australia
Operasi pertahanan yang ‘signifikan’ saat ini sedang berlangsung di luar perairan Utara Australia, sebagai upaya pemerintah federal untuk mengantisipasi meningkatnya percobaan ketibaan kapal para penyelundup. "Kami mengetahui kalau para penyelundup akan berusaha memanfaatkan pengumuman ini,” kata Turnbull sambil menegaskan kembali kebijakan Partai Koalisi yang akan menghentikan kapal penyelundup dan menghalaunya kembali ke Indonesia atau ke anak benua India.
Jumlah pasti dari aset pertahanan yang dikerahkan dalam operasi ini tidak diketahui, tapi sumber di pemerintahan menggambarkan operasi ini sebagai ‘cincin besi’ dan merupakan salah satu pengerahan terbesar di masa damai yang pernah dilakukan.
Menteri Imigrasi Australia, Peter Dutton mengatakan Pemerintah Federal akan tetap bergantung pada Nauru sebagai bagian dari kebijakan perlindungan perbatasan Pemerintah Federal. "Kami akan tetap mengandalkan pemrosesan regional, oleh karena itulah Nauru masih tetap statusnya saat ini [sebagai lokasi pemrosesan di lepas pantai] selamanya. Biarlah ini menjadi pesan yang amat jelas bagi semua orang [yang hendak menyelundup] Anda tidak akan menginjak daratan Australia,” katanya.
Pemimpin oposisi, Bill Shorten mengatakan Partai Buruh belum mendapat penjelasan mengenai kesepaktan ini, namun pihaknya menyambut baik pengumuman tersebut. "Partai Buruh akan bersikap munafik jika kita tidak menyambut baik kesepakatan ini karena ini merupakan hal yang sesungguhnya amat kami inginkan dengan [kebijakan] solusi Malaysia,” katanya.
Dutton mengatakan orang yang tidak memiliki kewajiban untuk dilindungi perlu dipulangkan kembali ke negara asal mereka,”
"Ini penting ditegaskan kalau sebanyak 650 orang sudah kami pulangkan ke negara asalnya,” tegas Menteri Dutton.
Dutton juga merujuk pada usulan revisi UU Migrasi, dan mendesak senat untuk meloloskan UU yang akan melarang orang di Pulau Manus dan Nauru untuk selamanya dilarang menginjakan kaki di Australia. Diyakini kalau usulan kesepakatan pemukiman kembali pengungsi ini tidak sepenuhnya bergantung pada berhasil disahkannya RUU Migrasi ini di parlemen.