REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendukung upaya pemerintah untuk menerbitkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Dalam hal ini ada tiga usulan yang disampaikan oleh OJK dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut, yakni terkait data nasabah, konsumen yang tidak memiliki rekening, dan data bekas nasabah. Ketiga usulan ini dimiliki oleh industri jasa keuangan.
"Misalnya saja, saya punya kartu kredit, semestinya data nasabah kartu kredit tidak disebar karena akan mengikat semua data," ujar Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK Anto Prabowo, Senin (14/11).
Anto mengatakan, OJK ingin ada aturan secara khusus terhadap lembaga jasa keuangan, data kerahasiaan bank, dan data pribadi perlindungan konsumen. Dalam penjelasan umum RUU perlindungan pribadi, perlu dinyatakan secara eksplisit bahwa pengaturan terkait perlindungan data pribadi sebagai konsumen sektor jasa keuangan dilakukan oleh OJK selaku regulator.
"OJK selaku otoritas yang berwenang di sektor jasa keuangan, dan hal ini mempertimbangkan ketentuan kerahasiaan data atau informasi dan perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan," kata Anto.
Selain itu, OJK juga menyarankan agar penyalahgunaan data oleh pihak ketiga seperti telemarketing ikut diatur dalam UU Perlindungan Data Pribadi. Karena, selama ini masih banyak praktik penyalahgunaan data nasabah yang dilakukan oleh freelance telemarketing. Apalagi di Indonesia belum diatur mengenai tata cara telemarketing sehingga diharapkan mereka bisa menjaga kerahasiaan data nasabah.