REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Bahlil Lahadalia, mempertanyakan motif gugatan sekelompok orang mengatasnamakan warga Rembang, Jawa Tengah, terhadap keberadaan pabrik Semen Indonesia. Ia meminta gerakan warga tersebut tidak dilatari kepentingan maupun persaingan bisnis.
"Masalah Semen Indonesia di Rembang tidak sesederhana seperti yang disuarakan masyarakat penolak saja. Saya merasa ada indikasi dari kelompok bisnis lain yang memanfaatkan atas nama rakyat untuk menguasai semen di Indonesia," tutur Bahlil, di Jakarta, Ahad (13/11).
Bahlil mengungkapkan, bila memang indikasi tersebut benar, maka kalangan pelaku usaha nasional dan Pemerintah Indonesia harus menjaga asetnya dari persaingan bisnis yang tidak sehat. "Semen Indonesia itu BUMN, milik negara. Jangan sampai kita terjebak oleh provokasi yang ditunggangi kepentingan usaha lainnya dengan memanfaatkan rakyat," ujar Bahlil.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) pada 5 Oktober lalu telah mengabulkan gugatan sekelompok orang mengatasnamakan warga Rembang. Materi gugatan terkait izin lingkungan pabrik Semen Indonesia yang berada di Rembang. Dia berpendapat, masalah lingkungan seperti disampaikan warga dalam gugatan, sebelumnya bisa saja diselesaikan melalui pembicaraan oleh kedua pihak untuk mencari solusinya.
"Jangan langsung main tabrak saja, gugat sana-sini. Bisa dibicarakan agar pabrik Semen Indonesia tetap beroperasi dan warga tidak dirugikan," kata Bahlil.
Bahlil menyayangkan jika nantinya pabrik Semen Indonesia di Rembang gagal beroperasi, maka dapat membuka peluang pihak swasta menggantikan posisi BUMN yang merupakan milik negara. Dia meminta pemerintah berpihak pada kepentingan ekonomi nasional sebab rakyat juga akan sejahtera dengan terlaksananya industri milik negara.
"Dampak lainnya dengan adanya kasus Semen Indonesia di Rembang, apalagi sampai terhambat, akan mengganggu target investasi. Saya berharap masalah yang dialami Semen Indonesia adalah yang pertama dan terakhir untuk industri BUMN," ujar Bahlil.