REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sebagai tuan rumah pertemuan negara-negara Kelompok Produsen Vaksin atau Vaccine Manufacturers Group (VMG), Bio Farma telah mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menyukseskan pertemuan terbatas VMG negara Islam itu. Pertemuan akan berlangsung 14 hingga 15 November dan dilanjutkan program pelatihan vaksin pada 16 hingga 18 November mendatang.
Ketua Pertemuan Kelompok VMG sekaligus Corporate Secretary Bio Farma M Rahman Rustan mengatakan Bio Farma juga bekerja sama dengan berbagai pihak seperti Kementerian Sekretariat Negara selaku Tim Koordinasi Nasional Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST), Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Workshop ini, Rahman mengatakan akan diikuti oleh negara-negara Organisasi Kerja sama Islam (OKI) baik yang telah memiliki industri vaksin maupun negara-negara yang sedang mempersiapkan diri untuk membuat vaksin di negaranya.
Salah satu hal yang akan menjadi sorotan dalam pertemuan ini ialah isu kemandirian dalam penyediaan vaksin di negara-negara Islam. Pelatihan produksi vaksin juga akan membahas cara-cara memproduksi vaksin yang baik pada negara-negara yang hadir. "Pelatihan produksi vaksin ini juga akan mendiskusikan tentang bagaimana memproduksi vaksin yang aman dan berkualitas," terang Rahman.
Rahman berharap sinergi ini dapat lebih mempererat hubungan kerja sama negara-negara Islam khususnya dalam produksi vaksin. Dengan begitu, ke depannya diharapkan banyak negara-negara Islam yang semakin mandiri dalam produksi dan penyediaan vaksin. "Dengan transfer teknologi ini, diharapkan dapat meningkatkan kemandirian," kata Rahman.
Senada dengan Rahman, Managing Director Keymen Ilac di Turki, Dr O Mutlu Topal juga menilai pertemuan VMG dapat membantu negara-negara Islam untuk saling belajar dan bertukar pengalaman terkait penyediaan vaksin. Sebagai anggota terbaru dari VMG, Topal mengatakan dewasa ini banyak pabrik vaksin di Turki yang mengalami privatisasi atau menjadi sektor swasta karena terkendala dengan teknologi dan juga biaya.
Situasi ini membuat pabrik-pabrik vaksin yang ada di Turki hanya mampu memproduksi untuk kebutuhan sendiri dan tidak bisa dikirim ke luar negeri. Oleh karena itu, Topal menilai transfer ilmu dan teknologi yang dilakukan melalui pertemuan dan pelatihan produksi vaksin ini sangat penting dalam mendukung upaya Turki untuk menjadi lebih mandiri dalam penyediaan vaksin.
"Di awal, kami berharap dapat menjalin hubungan yang baik, sehingga ke depannya dapat menjalin kerja sama untuk melakukan pengembangan produk," harap Topal.