Selasa 15 Nov 2016 14:56 WIB

Bank Mandiri Laporkan Debiturnya ke Pengadilan

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nidia Zuraya
Petugas melayani nasabah yang mengajukan kredit di salah satu kantor cabang Bank Mandiri.
Foto: dok Republika
Petugas melayani nasabah yang mengajukan kredit di salah satu kantor cabang Bank Mandiri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – PT Bank Mandiri, Tbk akan membawa debitur yang tidak kooperatif ke meja hijau. Langkah ini dilakukan untuk mempercepat penyelesaian kredit bermasalah.

Sebelumnya laba Bank Mandiri per kuartal III 2016 tercatat turun 17,6 persen menjadi Rp 12 triliun dari Rp 14,6 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya atau year on year (yoy). Penurunan laba ini karena perseroan menaikkan biaya pencadangan sebagai antisipasi kredit bermasalah.

Menurut Corporate Secretary Bank Mandiri Rohan Hafas, upaya hukum tersebut akan dilakukan baik melalui jalur perdata maupun pidana terhadap debitur yang terindikasi melakukan penyalahgunaan kredit maupun debitur yang tidak memiliki itikad baik untuk memenuhi kewajiban pembayaran kreditnya kepada Bank Mandiri.

“Saat ini kami telah lakukan upaya hukum litigasi melalui pengajuan eksekusi agunan, permohonan PKPU maupun gugatan perdata ke Pengadilan. Meski demikian, kami juga melakukan percepatan penanganan kredit bermasalah melalui jalur pidana terutama terhadap debitur yang terindikasi melakukan penyalahgunaan kredit,” kata Rohan di Jakarta, Selasa (15/11).

Bank Mandiri telah melaporkan salah satu debitur bermasalahnya, yaitu Harry Suganda sebagai key person PT Rockit Aldeway ke kepolisian terkait dugaan tindak pidana penipuan, pemalsuan dan pencucian uang.

Langkah tersebut kemungkinan akan diikuti dengan pelaporan debitur-debitur bermasalah dan tidak kooperatif lainnya seperti PT Central Steel Indonesia dengan pengurus perusahaan Tan Le Ciaw selaku komisaris dan Pemegang Saham serta Erika Widiyanti Liong Selaku Direktur Utama.

Bank Mandiri, lanjut Rohan, juga akan memanggil secara langsung maupun melalui media massa kepada debitur-debitur yang kesulitan melakukan kewajiban pembayaran karena kinerja yang memburuk akibat kondisi perekonomian. “Pemanggilan debitur-debitur tersebut bertujuan untuk mencari solusi sekaligus menilai tingkat kooperatif mereka,” ujar Rohan.

Kondisi ekonomi global yang masih lemah, turut mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia. Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016 diperkirakan sebesar 5 persen,  meningkat bila dibandingkan pertumbuhan ekonomi di tahun 2015 sebesar 4,74 persen, namun tingkat pertumbuhannya masih dibawah perkiraan awal yaitu sebesar 5,4 persen.

Kondisi tersebut mempengaruhi kinerja di sektor riil yang sampai dengan Agustus 2016 juga masih penuh tantangan. Hal tersebut turut memberikan tekanan terhadap kinerja sektor perbankan. Meskipun pencapaian laba mulai membaik, penyaluran kredit dan penghimpunan DPK masih menunjukkan tren perlambatan, diiringi dengan penurunan kualitas kredit dan kondisi likuiditas perbankan yang masih cukup ketat.

Bank Mandiri juga tengah fokus dalam mengelola berbagai risiko bisnis untuk menjaga kinerja perseroan secara berkelanjutan. "Sampai September lalu, NPL (Nett) kami tercatat 1,27 persen. Jumlah itu masih lebih tinggi 20 bps dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kami berharap angka itu akan terus membaik seiring dengan upaya yang kami lakukan, baik litigasi maupun restrukturisasi,” jelas Rohan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement