Selasa 15 Nov 2016 17:09 WIB

BI: Makro Ekonomi Membaik Dorong Pertumbuhan 2017

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nidia Zuraya
Pertumbuhan ekonomi (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Pertumbuhan ekonomi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memproyeksi perbaikan sejumlah indikator makro ekonomi dan pelaksanaan program amnesti pajak akan menopang tren perbaikan ekonomi 2017.

Direktur Eksekutif Departemen Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI, Juda Agung mengatakan, kondisi global belum bisa diharapkan untuk berkontribusi bagi ekonomi nasional. Pada dasarnya hingga saat ini perkembangan ekonomi Indonesia masih berada dalam kategori yang baik, bahkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2016 sebesar 5,02 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

"Kami perkirakan pertumbuhan ekonomi untuk keseluruhan tahun ini masih di kisaran 5 persen. Kesimpulan kami, ekonomi kita di 2017 akan lebih baik dari tahun ini, 5,20 persen," ujar Juda dalam seminar bertajuk "Economic Outlook 2017" di Jakarta, Selasa (15/11).

Kendati begitu ia menilai, jika dibandingkan dengan paruh pertama tahun ini, kondisi perekonomian di Semester II 2016 terbilang lebih lemah. Karena masih adanya konsolidasi fiskal terkait upaya merespons kondisi ketidakpastian global.

Sementara itu laju inflasi di 2016 masih terkendali, hingga Desember 2016 tingkat inflasi akan sebesar 3,1 persen. Adanya rencana pemerintah untuk menaikkan tarif listrik untuk pelanggan 900 VA, menurut Juda, tidak akan mendorong laju inflasi untuk keluar dari kisaran target BI 4 persen plus minus 1 persen.

"Mengenai inflasi di tahun depan masih ada risiko. Kami dari BI berharap agar rencana kenaikan harga elpiji dan tarif listrik pelanggan 450 VA tidak direalisasikan dengan menumpuk pada 2017," jelas Juda.

Selain itu, defisit neraca transaksi berjalan hingga Kuartal III 2016 sebesar 1,8 persen dari PDB. "Kami merevisi harga komoditas ekspor kita, tahun ini diperkirakan positif 3,2 persen. Sehingga, current account deficit untuk keseluruhan tahun ini di bawah 2 persen," paparnya.

Juda menyatakan, kondisi likuiditas di pasar keuangan domestik akan ditopang dana repatriasi dari kebijakan amnesti pajak. Sebagian dana repatriasi yang besar masuknya sekitar Rp 143 triliun pada Desember 2016 akan menjadi sumber tambahan dana bagi kegiatan ekonomi Indonesia.

Sedangkan dari kondisi global, bank sentral menilai sejauh ini kegiatan ekonomi dunia masih memiliki ketidakpastian, sehingga sulit diharapkan untuk memberikan kontribusi positif bagi ekonomi domestik. Dengan demikian, tantangan ekonomi di 2016 atau pada tahun depan masih akan datang dari dinamika ketidakpastian di tingkat global.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement