REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengatakan setelah peraturan Mahkamah Agung (MA) soal tata cara penjeratan korporasi dalam tindak pidana korupsi rampung dan disahkan, KPK tentu tidak ragu lagi menjerat korporasi sebagai pelaku tindak pidana korupsi (Tipikor).
"Selama ini kan karena memang belum ada guidance yang cukup, karena kan hanya disebutkan di dalam UU tipikor korporasi bisa bertanggung jawab, TPPU juga begitu, tapi bagaimana mengoperasionalkannya di dalam KUHAP itu kan belum ada," ujar dia di Jakarta, Selasa (15/11).
Karena itu pula, KPK, kejaksaan dan kepolisian masih agak ragu dalam menetapkan korporasi sebagai pelaku tipikor. Adanya peraturan MA tersebut yang dibentuk MA bersama kejaksaan, kepolisian dan MA, akan membuat penegakan hukum tipikor terhadap korporasi bisa berjalan karena sudah ada petunjuk melalui peraturan itu.
"Iya, bukan cuma KPK, kepolisian dan kejaksaan juga (bisa menjerat korporasi)," kata dia.
Laode menjelaskan, pengumpulan bukti-bukti untuk menjerat korporasi dalam suatu kasus tipikor memang tergolong banyak. Misalnya, dengan menghimpun anggaran dasar/rumah tangga (AD/ART) perusahaan, lokasi pendaftara nomor akun, dan juga berbagai jenis transaksi yang dilakukan korporasi.
"Dulu KPK, kejaksaan dan polisi memeriksa orang, belum terbiasa memeriksa perusahaan. Kalau untuk perorangan ada nama, agama, nah kalau korporasi bagaimana? Di KUHAP tidak disebutkan secara jelas," ujar dia.