REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf menegaskan pemikiran melakukan pemakzulan atau impeachment terhadap Pemerintahan Presiden Joko Widodo karena kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama terlalu berlebihan.
"Baik kudeta maupun impeachment itu sangat buruk untuk sebuah negara, harga yang harus dibayar terlalu mahal. Karena (pemikiran) Presiden harus di-impeach itu terlalu berlebihan," kata Al Araf dalam diskusi publik Memperingati Hari Toleransi Sedunia, Selasa (15/11).
Dalam konteks pemakzulan di luar jalur formal, menurut dia, itu sudah pasti ditolak oleh masyarakat karena mereka paham hal tersebut akan memicu ketidakstabilan politik, dan akan merembet ke aspek lainnya.Dalam konsolidasi yang dilakukan Presiden Jowo Widodo dengan PBNU, Muhammadiyah, MUI, TNI dan Polri, ia mengatakan semuanya menolak hal yang dapat menimbulkan ketidakstabilan tersebut.
"Jadi biarkanlah proses hukum (kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama) itu berjalan. Jangan sampai dinamika itu dipolitisasi dan jadi ancaman kepada Presiden," ujar dia.
Menurut dia, Presiden tidak bisa memutuskan seorang menjadi tersangka, dan itu sudah di luar batas ruang hukum. Masyarakat boleh saja menekan, tapi tidak boleh mengancam, dan pemakzulan terkait kasus ini juga berlebihan. Sebagai bangsa demokrasi harus diselamatkan dengan cara penolakan penggulingan melalui jalan kudeta atau pemakzulan.
"Kalau tidak, kita akan (memakan waktu) panjang sekali selesaikan persoalan dalam bangsa," ujar dia.