REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Dewan Hak Asasi Manusia PBB (HRC) mulai memasukkan sejumlah perusahaan yang diduga menjalankan usaha di wilayah sengketa antara Israel dan Palestina dalam daftar hitam. Tindakan yang tak pernah dilakukan sebelumnya ini menjadi langkah penting dan bermanfaat mendukung boikot Israel.
Maret lalu, HRC mengeluarkan resolusi yang mewajibkan pengumpulan data perusahaan yang usahanya dianggap mendukung komunitas Yahudi wilayah sengketa tersebut. Selama ini di wilayah sengketa itu juga dilakukan permukiman ilegal oleh Israel.
Komisioner PBB untuk HAM, Zeid Ra'ad Al Hussein menuturkan saat ini semua orang, badan usaha, dan organisasi yang ada di wilayah sengketa untuk mengirimkan informasi rinci mereka. Dengan demikian, ia dapat segera mengkompilasi daftar hitam tersebut. "Kami mendapat data-data yang sumbernya akan dirahasiakan," ujar Zeid, dilansir CNS News, Rabu (16/11).
Sementara itu, terkait adanya pernyataan PBB, beberapa negara seperti Amerika Serikat (AS) dan Inggris mengatakan tidak pernah terlibat dalam perusahaan yang dianggap tidak patut, termasuk dalam kerja sama apapun. Sebelum resolusi PBB itu diadopsi, Inggris dan beberapa negara Eropa lainnya memilih abstain. Sementara, beberapa negara dengan mayoritas Muslim mendukung, serta Rusia, Cina, Kuba, Vietnam, dan Venezuela.
AS bukan merupakan anggota HRC karenanya tidak dapat memberi suara apapun atas resolusi itu. Namun, juru bicara Departemen Luar Negeri AS John Kirby menegaskan mendukung langkah yang melarang adanya permukiman Israel di wilayah-wilayah sengketa. Meski demikian, langkah untuk mendaftarkan perusahaan yang ada di wilayah sengketa dan yang dianggap mendukung Yahudi dinilai sebagai tindakan berlebihan. AS melihat hal itu bukan termasuk dalam ruang lingkup kewenangan Israel.
"Ini menjadi kesimpulan logis jika ada yang bertanya mengapa AS tak akan berkontribusi memberi informasi ke database perusahaan itu," kata Kirby.
HRC sempat menemukan bahwa perusahaan yang beroperasi di wilayah sengketa, dapat secara langsung dan tidak memmberi keuntungan untuk pembangunan permukiman ilegal Israel. Termasuk memfasilitasi segala sesuatu yang berkaitan dengan hal itu. Setidaknya 400 ribu warga Israel tinggal di kota-kota dan desa-desa di Tepi Barat. Sementara, di bagian timur Yerusalem lebih dari 200 ribu warga Israel menetap.
Wilayah Tepi Barat dan Yerusalem Timur selama ini menjadi wilayah yang diperebutkan. Palestina menilai bahwa wilayah itu adalah bagian dari negara di masa depan.