REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan memasukkan pasal khusus mengenai santunan bagi korban kejahatan terorisme dalam Undang-Undang tentang Tindak Pidana Terorisme yang akan direvisi. Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan, usulan mengenai santunan korban terorisme tersebut sudah disampaikan ke DPR.
"Kita sudah mengusulkan Undang-Undang Terorisme yang direvisi itu supaya masuk kompensasi dan bantuan kepada korban," ujarnya, di Istana Negara, Jumat (18/11).
Namun begitu, Wiranto enggan merinci berapa besaran bantuan yang diusulkan pemerintah ke DPR. Selama ini, korban kasus terorisme mendapat santunan yang berasal dari anggaran Kementerian Sosial. Berbicara terpisah, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menjelaskan, kasus terorisme masuk dalam kategori bencana sosial. Ahli waris dari korban jiwa yang diakibatkan bencana sosial mendapat santunan dari negara sebesar Rp 15 juta.
Mengenai korban jiwa dari kasus Bom Samarinda beberapa waktu lalu, Khofifah menyebut saat ini timnya tengah berkoordinasi dengan keluarga Intan Olivia Marbun, balita 2,5 tahun yang tewas setelah menderita luka berat akibat ledakan bom di gerejanya. Keluarga Intan akan mendapat santunan kematian dari pemerintah sebesar Rp 15 juta.
Menurut Khofifah, wacana untuk memasukkan aturan mengenai santunan khusus bagi korban kasus terorisme sebenarnya sudah dibahas sejak lama di level lintas kementerian. Namun begitu, ia juga enggan menjelaskan berapa besaran santunan yang diusulkan.
"Berat untuk mengatakan ini karena kok sepertinya mengkoversi nyawa atau seperti asuransi. Padahal sama sekali bukan. Ini bagian dari upaya bahwa negara hadir dan kami ikut berduka," kata Khofifah.