Jumat 18 Nov 2016 13:00 WIB

Santunan Korban Terorisme akan Diatur dalam Undang-Undang

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Esthi Maharani
Wiranto
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Wiranto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan memasukkan pasal khusus mengenai santunan bagi korban kejahatan terorisme dalam Undang-Undang tentang Tindak Pidana Terorisme yang akan direvisi. Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan, usulan mengenai santunan korban terorisme tersebut sudah disampaikan ke DPR.

"Kita sudah mengusulkan Undang-Undang Terorisme yang direvisi itu supaya masuk kompensasi dan bantuan kepada korban," ujarnya, di Istana Negara, Jumat (18/11).

Namun begitu, Wiranto enggan merinci berapa besaran bantuan yang diusulkan pemerintah ke DPR.  Selama ini, korban kasus terorisme mendapat santunan yang berasal dari anggaran Kementerian Sosial. Berbicara terpisah, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menjelaskan, kasus terorisme masuk dalam kategori bencana sosial. Ahli waris dari korban jiwa yang diakibatkan bencana sosial mendapat santunan dari negara sebesar Rp 15 juta.

Mengenai korban jiwa dari kasus Bom Samarinda beberapa waktu lalu, Khofifah menyebut saat ini timnya tengah berkoordinasi dengan keluarga Intan Olivia Marbun, balita 2,5 tahun yang tewas setelah menderita luka berat akibat ledakan bom di gerejanya. Keluarga Intan akan mendapat santunan kematian dari pemerintah sebesar Rp 15 juta.

Menurut Khofifah, wacana untuk memasukkan aturan mengenai santunan khusus bagi korban kasus terorisme sebenarnya sudah dibahas sejak lama di level lintas kementerian. Namun begitu, ia juga enggan menjelaskan berapa besaran santunan yang diusulkan.

"Berat untuk mengatakan ini karena kok sepertinya mengkoversi nyawa atau seperti asuransi. Padahal sama sekali bukan. Ini bagian dari upaya bahwa negara hadir dan kami ikut berduka," kata Khofifah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement