Oleh: Nasarudin Umar, Guru Besar UIN Jakarta
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Iqra' pertama bisa diartikan membaca fisik Alquran yang terdiri atas kumpulan huruf-huruf hijaiyah. Dalam tradisi Islam diidealkan setiap Muslim atau Muslimah dapat membaca Alquran.
Membaca Alquran, khususnya surah Al-Fatihah, merupakan suatu keharusan di dalam shalat. Dalam hadis disebutkan: La shalata illa bi fatihah al-kitab (Tidak ada shalat tanpa membaca surah al-Fatihah). Surah ini wajib dibaca di dalam shalat lima waktu dalam setiap rakaat.
Iqra' pertama penekanannya masih lebih kepada kesadaran sensorial, yaitu membaca huruf demi huruf dan kata demi kata Alquran. Membaca Alquran diyakini mendapatkan pahala bagi para pembacanya meskipun belum tahu artinya.
Dalam bulan suci Ramadhan para pembaca Alquran akan diberikan bonus 10 pahala setiap huruf. Dalam bulan suci Ramadhan, umat Islam ramai sekali melakukan tadarusan, khataman, dan tahfiz Alquran. Iqra' pertama masih disebut kesadaran sensorial karena masih fokus kepada kemahiran bagaimana membaca Alquran (how to reading the Quran).
Meskipun tidak dipahami arti dan maksudnya, perintah membaca Alquran sudah menyentak masyarakat saat itu yang masih pada umumnya buta huruf. Seperti kita tahu bahwa zaman itu masih sering disebut sebagai zaman jahiliyah.
Disebut zaman jahiliyah karena membicarakan nilai-nilai kebenaran masih tetap domainnya gereja yang berkolaborasi dengan kaisar atau raja. Seseorang sangat hati-hati membaca saat itu karena salah sedikit nyawanya bisa melayang jika temuannya terbukti bertentangan atau tidak sejalan dengan pendapat gereja. Di samping itu, Prof Hull juga menyatakan sengitnya pertentangan antara agama dan ilmu pengetahuan.