Jumat 18 Nov 2016 23:44 WIB

Usai Bom Gereja, MUI Samarinda Minta Pemuka Agama Beri Komentar Sejuk

Tim Gegana Brimob Polda Kaltim mengamankan benda diduga sisa bom di lokasi ledakan di depan Gereja Oikumene Kecamatan Loa Janan Ilir, Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu (13/11).
Foto: Antara//Amirulloh
Tim Gegana Brimob Polda Kaltim mengamankan benda diduga sisa bom di lokasi ledakan di depan Gereja Oikumene Kecamatan Loa Janan Ilir, Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu (13/11).

REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Samarinda, Kalimantan Timur, KH Zaini Naim meminta pemuka agama di daerah itu memberikan komentar yang menyejukkan sehingga iklim kondusif tetap terjaga, pascaterjadinya ledakan bom di Gereja Oikumene.

"Terkait ledakan bom di Gereja Oikumene di Kelurahan Sengkotek, saya minta seluruh tokoh agama, agar memberikan komentar yang menyejukkan dan tidak memberikan pendapat yang tidak ia ketahui," ujar Zaini Naim, kepada Antara, Kamis.

Ia menyatakan, bom di Gereja Oikumene merupakan perbuatan kriminal. "Semua agama melarang umatnya melakukan perusakan tempat ibadah, apalagi sampai membunuh orang, termasuk Islam. Jadi, saya meminta agar kasus bom di Gereja Oikumenen itu tidak dikaitkan dengan agama sebab itu murni kriminal," jelas Zaini Naim.

MUI lanjut Zaini Naim meminta polisi mengusut dan menindak tegas pelaku peledakan bom di Gereja Oikumene tersebut. "MUI mengecam pengeboman di Gereja Oikumene dan meminta polisi mengusut dan menangkap siapapun yang terlibat dalam tindakan tersebut," tegas Zaini Naim yang juga sebagai Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kota Samarinda.

Ia juga mengajak seluruh masyarakat agar tetap meningkatkan kewaspadaan dan terus membangun toleransi baik antarumat seagama maupun antar umat beragama.

Zaini Naim menilai semestinya jika polisi mengetahui adanya narapidana atau orang yang dianggap dapat melakukan tindakan terkait kasus terorisme bisa melibatkan pemuka agama untuk memberikan pemahaman. 

Baca juga,  MUI Minta Warga tak Terprovokasi Bom di Gereje Oikumene Samarinda.

Menurutnya, pemahaman jihad dengan melakukan tindakan merusak apalagi membunuh orang yang tidak berdosa, merupakan pemahaman keliru. Ia menyebut, jihad berasal dari kata "Jahada" yang memiliki arti bersungguh sungguh.

"Jadi, melaksanakan shalat, bekerja dan bersedekah yang dilakukan dengan bersungguh-sungguh, itulah yang dimaksud jihad, bukan memerangi orang tidak berdosa dan merusak apalagi membunuh," jelas Zaini Naim.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement