REPUBLIKA.CO.ID, ACEH -- Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menilai wajar jika umat Islam menuntut penegakan hukum terhadap orang yang menistakan agama. Hal itu karena setiap masyarakat di Indonesia selayaknya saling menghormati.
Menurutnya, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dari dulu hingga kini merupakan buah kontribusi dan pengorbanan dari berbagai kelompok masyarakat. Tak terkecuali masyarakat di Provinsi Aceh. Dulu, kata dia, ketika Indonesia membahas dasar dan Ideologi negara misalnya, ada tokoh dan ulama Aceh yang berkontribusi dalam pembahasan tersebut, dia adalah Mr Teuku Muhammad Hasan.
Teuku Muhammad Hasan adalah ulama Aceh yang menjadi perwakilan Indonesia barat, yang ikut terlibat dalam menggodok dasar dan Ideologi Pancasila. Muhamad Hasan merupakan salah satu tokoh yang menyetujui dihapusnya tujuh kata dalam piagam Jakarta, sehingga menjadi Pancasila, seperti yang dikenal saat ini.
''Penghapusan itu dilakukan untuk merespon masyarakat Indonesia Timur, yang rata-rata nonmuslim,'' kata Hidayat, dalam sosialisasi Empat Pilar MPR RI di kalangan masyarakat Kota Sabang, Provinsi Aceh, Ahad (20/11).
Keinginan menghapus tujuh kata dalam Piagam Jakarta, kata Hidayat, menunjukkan pengorbanan umat Muslim demi menyelamatkan cita-cita proklamasi. Karena itu, sudah selayaknya, seluruh bangsa Indonesia saling menghormati satu dengan yang lain. "Karena itu tidak salah jika ada umat Islam yang menuntut penegakan hukum terhadap orang yang menistakan agamanya,'' ucap Hidayat.
Hidayat menambahkan peserta parade Bhinneka Tunggal Ika yang menggelar aksi di Jakarta, Sabtu lalu semestinya juga bisa berempati terhadap penistaan agama yang menimpa umat Islam. Hal ini agar kebhinekaan tidak dijadikan alasan membiarkan penistaan agama. ''Akan lebih baik, kalau mereka juga meminta penegakan hukum terhadap penista agama,'' ujarnya.