REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL - Kepala Jaksa Distrik Pusat Seoul, Lee Young-ryeol, mengatakan Presiden Korea Selatan, Park Geun-hye, diduga terlibat dalam skandal korupsi yang mengguncang pemerintahannya. Pernyataan Jaksa Lee tersebut menjadi pukulan baru bagi Presiden Park.
Nama Park sebelumnya terbawa dalam kasus yang menyeret teman dekatnya, Choi Soon-sil, serta dua mantan pembantunya yang didakwa atas dugaan penyalahgunaan kekuasaan. Jika kasus korupsi Park terbukti benar, ia bisa dipaksa mundur dari jabatannya atau dimakzulkan. "Tim investigasi khusus menyimpulkan, berdasarkan bukti yang diamankan sampai saat ini, presiden diduga memiliki keterlibatan dalam kasus Choi Soon-sil, dan dua mantan pembantunya, An Chong-bum dan Jeong Ho-seong," kata Lee, dalam konferensi pers dilansir laman Reuters, Ahad (20/11).
Choi Soon-sil dan An Chong-bum dituduh bersekongkol memeras puluhan konglomerat di Korea Selatan untuk mendapatkan uang sebesar 65,5 juta dolar AS atau Rp 851,5 miliar atas nama dua yayasan non-profit. Untuk melakukan kejahatan itu, Choi memanfaatkan kedekatannya dengan Presiden Park hingga mencampuri urusan negara.
Skandal tersebut memicu kemarahan publik. Ratusan ribu rakyat Korea Selatan turun ke jalan-jalan di Seoul pada Sabtu (19/11). Unjuk rasa itu merupakan unjuk rasa terbesar di negara itu sejak 1980-an.
Pengacara Park, Yoo Yeong-ha menyanggah pernyataan Jaksa Lee atas keterlibatan kliennya. Sementara Juru Bicara Blue House Presiden, Jung Youn-kuk, mengatakan ia sangat menyesali pernyataan yang dikeluarkan Jaksa. "Tim investigasi khusus membuat klaim seolah-olah presiden telah melakukan kejahatan serius ketika mengumumkan hasil investigasinya. Pengumuman itu sama sekali tidak benar. Jaksa seperti membangun imajinasi dari spekulasi yang mengabaikan bukti," ujar Jung.
Lee menambahkan, Park tidak bisa didakwa karena mengalami kekebalan konstitutional. Namun, menurutnya, tim investigasi akan terus menyelidiki kasus yang menyeret Park.
Berdasarkan konstitusi negara, presiden tidak dapat didakwa kecuali atas tuduhan pengkhianatan. Tetapi dalam kasus korupsi, Park bisa diminta partai oposisi untuk mundur dari jabatannya.
Partai oposisi utama, Partai Demokrat dan Partai Rakyat, menyatakan Park akan menghadapi pemakzulan jika menolak untuk mengundurkan diri. Pengamat politik Korea Selatan juga memperkirakan kemungkinan Park akan dimakzulkan sangat tinggi. "Kasus ini menjadi dasar proses pemakzulan, untuk kewajiban moral dan politik," kata Profesor Ilmu Politik di Universitas Dongguk di Seoul, Kim Jun-seok.
Menurut Kim, Park akan sulit mengundurkan diri secara sukarela. Sedangkan masa jabatannya akan habis dua tahun lagi, pada Februari 2018. "Satu-satunya pilihan yang tersisa bagi para politisi untuk menjawab sentimen publik yang memburuk adalah pemakzulan," katanya.
Park telah menolak permintaan mengundurkan diri atas skandal yang menjeratnya. Namun ia meminta maaf secara terbuka sebanyak dua kali dan mengatakan ia telah meminta bantuan pengusaha untuk meyakinkan bahwa apa yang ia lakukan untuk meningkatkan perekonomian negara, bukan untuk mencari keuntungan pribadi.