REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Seorang relawan kemanusiaan asal Gaza, Palestina Mostafa Nahed Abuassi, berbagi kisah tentang situasi terkini dari Tanah Para Nabi saat singgah di Kota Bogor, Jawa Barat, Ahad (20/11).
"Ini pertama kali saya datang ke Indonesia, saya sangat bersyukur diberi kesempatan karena ini pengalaman pertama saya keluar dari Palestina," kata Mustofa dalam acara bertajuk "Gaza Memanggil" di Masjid Alumni IPB, Kota Bogor.
Mostafa merupakan warga Palestina, lahir dan tumbuh besar di Gaza. Ia mendirikan organisasi kemanusiaan 'Save Gaza Project' bersama sejumlah pemuda, pekerja, dokter dan penduduk sipil dari berbagai kalangan yang menjadi korban perang agresi Israel.
Organisasi kemanusiaan yang dibentuknya bertugas menyalurkan bantuan untuk warga Palestina, baik bantuan makanan, pakaian, peralatan sekolah, perlengkapan ibu dan bayi, daging kurban, makanan bagi janda, dan lansia korban perang, serta memberikan pelatihan dan pendidikan.
"Kami bekerja keras melakukan kegiatan kemanusiaan," kata Mustafa yang hadir di Bogor atas undangan Urban Syiar yang dipimpin oleh mantan artis Peggy Melati Sukma, yang sudah beberapa kali menyalurkan bantuan kemanusiaan untuk rakyat Palestina melalui proyek itu.
Menurut Mostafa, situasi di Palestina saat ini masih diwarnai serangan, hampir setiap hari terjadi serangan. Warga hidup dalam ketakutan, tidak ada kedamaian, anak-anak kehilangan kesempatanya untuk menikmati hari-hari dengan bermain dan belajar.
"Gaza itu seperti penjara besar, orang bisa masuk ke sana tapi belum tentu bisa keluar hidup-hidup," katanya.
Sebagai penduduk asli Palestina, ia menjadi saksi hidup merasakan tiga kali agresi militer Israel yang terjadi di 2008, 2010 dan 2014. Serangan tersebut telah membuat Palestina hancur, banyak bangunan rusak dan puing-puing menghiasi wajah negeri tersebut.
"Saya ingin menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi di Palestina. Karena apa yang didengar selama ini dari berita-berita banyak yang kontradiksi," katanya.
Apa yang dirasakan rakyat Palestina saat ini, lanjut Mostafa, mirip masyarakat yang hidup tanpa ada listrik, tidak ada air, dan makanan terbatas. Semua dijaga ketat oleh tentara Israel. "Jadi tidak mungkin makanan bisa masuk, bantuan dijaga ketat," katanya.