Senin 21 Nov 2016 17:39 WIB

Kemenag tidak Mungkin Langkahi UU JPH

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agus Yulianto
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan, Sekjen MUI Ichwan Sam serta Ketua LPPOM MUI Lukmanul Hakim menyampaikan keterangan tentang RUU JPH.
Foto: Republika/Agung Supriyanto/ca
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan, Sekjen MUI Ichwan Sam serta Ketua LPPOM MUI Lukmanul Hakim menyampaikan keterangan tentang RUU JPH.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beredaranya kabar Kementerian Agama, saat ini, mengambil alih sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), dinilai tidak benar. Sebab, Kemenag tidak akan melangkahi rambu-rambu dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang jaminan produk halal (UU JPH).

Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ichsan Abdullah menyampaikan, berita pengambilalihan pemeriksaan dan sertifikasi produk halal dari LPOM MUI oleh Kemanag, saat ini tidak benar. "Karena tidak mungkin Kemenag melakukan itu," tegas dia, Senin (21/11)

Kemenag dinilai tidak akan melangkahi ketentuan pasal 60 UU No 33/2014 yang menyebut MUI tetap menjalankan tugasny di bidang sertifikasi halal sampai dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) terbentuk. Ini untuk menghindari problem bagi dunia usaha dan masyarakat.

"Bagaimanapun, masa transisi, harus dijamin mulus dan tidak menimbulkan keguncangan karena dapat menimbulkan problem besar bagi pelaku usaha dan masyarakat memperoleh produk halal," ungkap Ichsan, Senin (21/11).

Mengingat, kata dia, kesiapan Kemenag dalam pembentukan Personalia BPJPH juga belum final. Pun rancangan peraturan pemerintah (RPP) JPH masih dalam proses harmonisasi antar kementerian yang pasti memerlukan waktu. Belum lagi legal drafting untuk RPP final. "Saya yakin Kemenag sangat arif mempersiapkan proses transisi ini. Sehingga, tidak menimbulkan problem dalam implementasi UU JPH ke depan," ujar Ichsan.

Sinkronisasi antara BPJH dan MUI dalam proses sertifikasi halal akan merujuk pada UU JPH. Kemenag sebagai kementerian yang ditunjuk oleh UU JPH, wajib menjamin terlaksananya masa transisi ini dengan sebaik-baiknya. Sementara fatwa halal sebagaimana disebutkan UU JPH itu tetap menjadi kompetensi MUI.

Yang memintakan fatwa ke MUI adalah BPJPH dan yang melakukan proses pemeriksaan produk adalah lembaga pemeriksa halal (LPH). Jadi LPH wajid distandardisasi baik lembaga maupun auditornya sehinga kepastian dan kesahihan hasil pemeriksaan LPH dapat dipertanggungjawabkan dan dapat diberi fatwa oleh MUI.

"Bila hal ini tidak diperhatikan, bisa saja MUI tidak dapat memberikan fatwa atas produk yang diperiksa LPH. Ini tentu akan sangat merugikan pelaku usaha dan masyarakat memperoleh produk halal," katanya.

Harmonisasi Kemenag dengan MUI sangat diperlukan terkait kewenangan masing-masing seperti yang diamantkan undang-undang. Ke depan, setelah BPJPH dan personalisanya telah siap, diperlukan lagi harmonisasi dan kerja sama kedua pemangku kepentingan tersebut agar pelaksanaan UU JPH berjalan baik dan bermanfaat.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement