REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Seluruh orang beriman memiliki kewajiban untuk beribadah kepada Allah SWT, tak terkecuali bagi mereka yang memiliki keterbatasan berupa kesulitan dalam melihat, sepeti yang dialami para tunanetra.
Bahkan, dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW menyebut, ''tidak ada keringanan terhadap orang buta untuk beribadah dan menjalankan shalat berjamaah di masjid, sepanjang orang tersebut telah mendengar azan.''
Namun, dalam mendalami ilmu agama, para penyandang tunetra tentu memiliki keterbatasan, tidak seperti orang pada umumnya. Terlebih, hingga saat ini masih belum banyak lembaga pendidikan keagamaan yang secara khusus memberikan fasilitas dan sarana pembelajaran kepada para tunanetra.
Inilah yang menjadi perhatian Yayasan Raudlatul Makfufin. Yayasan ini merupakan lembaga pendidikan tunanetra yang secara khusus membidangi masalah keagamaan kaum tunanetra.
''Tujuan utama pendirian Yayasan Raudlatul Makfufin untuk menjadi wadah pembinaan kaum tunanetra dalam bidang keagamaan dan mengupayakan terciptanya kesejahteraan di kalangan tunanetra muslim,'' ungkap Ketua Yayasan Raudlatul Makfufin, Ade Ismail, ketika dihubungi Republika.
Tujuan ini pun diimplementasikan dengan mendirikan Pesantren Tunanetra Raudlatul Makfufin (Taman Tunetra). Dengan motto 'Tiada Mata Tak Hilang Cahaya', Pesantren Tunanetra Raudlatul Makfufin memberikan wadah kepada kaum tunanetra untuk bisa mendalami ilmu agama Islam.
Mulai dari pembelajaran membaca Alquran Braille dari tingkat dasar sampai tingkat instruktur, hingga pembinaan kajian keislaman, seperti Fiqh, Aqidah Akhlak, Ilmu Hadis, Sirah Nabawiyah, dan pendidikan terjemah Alquran, Zikir, dan doa.
Bertempat di kompleks Yayasan Raudlatul Makfufin di Jalan Haji Jamat, Gang Rais, No.10, Buarang, Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten, Pesantren Tunanetra Raudlatul Makfufin saat ini tengah mendidik 10 santri, ikhwan dan akhwat.
Para santri ini pun berasal dari berbagai daerah, mulai dari Brebes, Cirebon, Indramayu, hingga dari Palembang dan Bengkulu. ''Masa belajar untuk tiap santri mencapai tiga hingga enam tahun. Para santri ini diarahkan supaya bisa hafal Alquran ketika menyelesaikan masa pendidikannya,'' ujar Ade.
Selain mendapatkan pendalaman dan ketrampilan ilmu agama, Pesantren Raudlatul Makfufin, yang berdiri sejak dekade 1980-an, ini juga memberikan pendidikan ketrampilan lain, seperti ketrampilan penggunaan komputer dan penguasaan bahasa asing. Nantinya, para alumni Pesantren Tunanetra Raudlatul Makfufin diharapkan bisa mengembangkan diri dan memberikan kontribusi positif untuk masyarakat di sekitarnya.
''Alhamdulillah, alumni kami sudah banyak yang menjadi pegawai negeri di sejumlah kementerian seperti Kementerian Agama dan Kementerian Sosial. Tak hanya itu, ada juga yang menjadi guru agama di daerah masing-masing. Ya, setidaknya keadannya lebih baik dibanding dengan teman-teman yang lain,'' ujar Ade menjelaskan.
Terkait sarana pembelajaran, Ade menuturkan, pihaknya juga telah memproduksi sendiri buku-buku keislaman dalam bentuk braille. Yayasan Raudlatul Makfufin telah mengalihkan berbagai kitab-kitab keislaman, seperti kitab-kitab tradisional, kitab hadis, kitab bahasa Arab, dan kitab Fiqh, ke dalam bentuk braille. Bahkan, untuk menambah pemasukan, Yayasan Raudlatul Makfufin juga menjual buku-buku dalam bentuk braille tersebut.