REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Warga Australia keturunan Lebanon yang beragama Islam menyatakan mereka tersinggung dan marah oleh ucapan Menteri Imigrasi Peter Dutton yang menyatakan membiarkan mereka datang ke negara ini merupakan suatu kesalahan.
Dalam sesi tanya-jawab di DPR Australia (House of Representatives), Senin (21/11) Menteri Dutton menunjuk masyarakat Muslim keturunan Lebanon, dengan menyebutkan kebanyakan tersangka terorisme di negara ini berasal dari latar belakang tersebut.
Menteri Dutton pekan lalu juga menyatakan mantan Perdana Menteri Malcolm Fraser melakukan kekeliruan karena membolehkan sejumlah pendatang sebagai bagian kebijakan imigrasinya pada 1970-an. Saat ini sentimen anti-imigrasi sedang meningkat di negara-negara Barat, dan sejumlah pihak menuding Menteri Dutton coba mencari dukungan pemilih di kalangan warga Australia yang berpandangan serupa.
Menanggapi hal itu, Jihad Dib seorang Muslim keturunan Lebanon yang juga anggota parlemen negara bagian New South Wales dari Partai Buruh mengatakan Partai Liberal keliru karena melakukan generalisasi.
"Niat dan tujuannya saya kira semata-mata coba mencari perhatian pada rasa nasionalistik, yaitu menimbulkan rasa pengecualian dan bukannya upaya penyatuan. Kekuatan kita terletak pada keberagaman, pada Australia yang inklusif yang kita semua turut membangunnya," katanya.
Dia menilai ucapan Menteri Dutton itu bertolak belakang dengan seluruh upaya yang sedang berjalan khususnya terkait penyatuan, terkait harmoni, dan terkait dengan membentuk Australia sebagai seharusnya.
"Australia itu multikultural, multiras, negara multiagama. Itulah kekuatannya, model yang mengarah ke luar negeri. Sesuatu yang menjadi inspirasi dan motivasi, namun yang kita saksikan saya kira adalah politik murahan yang dilakukan Menteri Imigrasi," katanya.
"Menjengkelkan dan Bodoh"
Di Lakemba, 15 Km di pinggiran Kota Sydney, banyak warga Muslim Australia keturunan Lebanon yang menetap sejak 1970-an dan 1980-an. Ada pula di antara mereka yang telah lahir di Australia, termasuk seorang warga bernama Jasmin (42 tahun).
"Ayahku tiba di sini tahun 1960-an ketika dia berumur 20-an," katanya dan menambahkan, "Ibuku ikut pada 1970. Mereka menikah dan melahirkan kami dan kami pun menetap dan hidup di Australia."
Jasmin mengatakan dia dan keluarganya merada beruntung bisa menyebut dirinya sebagai orang Australia, dan kebetulan saja mereka belatar belakang Muslim keturunan Lebanon.
"Saya tak pakai jilbab, namun hal itu tak mencegahku dari keyakinan agama," katanya. "Maksud saya, saya memperlakukan semua orang sama, menghargai agama orang lain ... toh kita semua sama saja."
"Dia sangat bodoh sebab mungkin dia mendasarkan hal itu pada kaum ekstremis yang Anda dengar dari berita yang menyebut diri mereka sebagai Muslim, yang bagi saya jelas bukan Muslim," ujar Jasmin.
Menteri Dutton di Parlemen menyebutkan kebanyakan tersangka terorisme merupakan anak atau cucu dari para imigran asal Lebanon. "Masukan yang saya terima dari 33 tersangka pelanggaran terkait terorisme di negara ini, 22 di antaranya merupakan generasi kedua atau ketiga dari latar belakang Muslim keturunan Lebanon," ujarnya.
"Argumen Aneh tentang Profil Ras"
Politikus Partai Buruh Tony Burke yang daerah pemilihannya berada di wilayah south-west Sydney menyatakan ucapan Dutton itu merusak kerjasama warga dengan pihak penegak hukum. "Pihak yang akan paling marah atas hal ini saya rasa adalah petugas keamanan kita," ujar Burke.
"Peter Dutton telah menyerang kelompok yang bekerja sama secara erat dengan petugas keamanan kita. Dan saya kira mereka akan merasa hancur dan kaget karena ada seorang menteri melakukan hal seperti itu," tambahnya.
"Ini argumen aneh tentang profil ras," tegas Burke. "Argumennya Malcolm Fraser seharusnya tidak membolehkan orang tertentu masuk ke Australia berdasarkan ras dan agama, dikarenakan cucu-cucu yang akan mereka miliki?"
Sementara Partai Hijau (The Greens) mendesak Menteri Dutton dipecat dari jabatannya. Sebaliknya anggota DPR George Christensen membela ucapan Menteri Dutton yang merupakan koleganya.
"Disfungsi dari kebijakan imigrasi terbuka yang dijalankan Fraser masih terasa hingga kini. Banyak dari generasi kedua dan ketiga para imigran ini terkunci dalam sekat monokultur yang memunculkan ekstrimisme," ujar Christensen, merujuk di wilayah south-west Sydney tersebut," ujarnya.
Juru bicara Partai Hijau urusan imigrasi Nick McKim menyebut Dutton sebagai seorang rasialisme. "Kita mendengar komentar demi komentar, merentang sekian lama, dimana dia menyerang imigran atas dasar karena tidak bisa membaca dan berhitung," katanya.
"Dia melontarkan gurauan berbau rasis mengenai hal-hal seperti era Cape York. Kini, mengaitkan generasi kedua dan ketiga dengan teroris sudah berlebihan dan dia harus diberhentikan," katanya.