REPUBLIKA.CO.ID, TEKNAF -- Peningkatan eksodus etnis Rohingya ke Bangladesh terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Daily Mail melaporkan pada Selasa (22/11), ratusan dari mereka melarikan diri ke negara tetangga karena kekerasan terbaru di wilayahnya.
Pasukan Bangladesh telah mengintensifkan patroli di sepanjang 237 km perbatasan dengan Myanmar. Pemimpin komunitas Rohingya memperkirakan ada 1.000 orang yang tiba sepanjang pekan lalu. Sebagian besar bersembunyi di kamp yang sudah berisi 32 ribu pengungsi legal di Bangladesh bagian tenggara. Mereka mengaku takut dipulangkan oleh otoritas.
Mohammad Amin (17 tahun) adalah salah satunya. Ia dan 15 orang lain melarikan diri dari rumah mereka di Rakhine lima hari lalu. Mereka tiba di Bangladesh setelah berenang menyebrangi sungai Naf.
"Tentara (Myanmar) membunuh ayah dan kakak saya," kata dia pada AFP melalui telepon dari Cox's Bazar dekat perbatasan. Ia sempat bersembunyi di bukit dan menyeberangi sungai. Ia kemudian dibawa ke sebuah masjid.
Menurutnya, banyak rumah-rumah terbakar di sana. Seorang lainnya, Zohra Khatun (25 tahun) tiba di Bangladesh pada Senin bersama tujuh anaknya. Mereka menyelamatkan diri dari desa yang dibakar. Menurutnya, ia dibantu oleh keluarga yang sudah berada di kamp pengungsi Bangladesh. "Saya menunggu selama dua hari sebelum punya kesempatan untuk melintasi sungai agar bisa ke sini," kata Khatun juga melalui telepon.
Saudara Khatun yang menolak menyebut nama mengatakan sedikitnya ada 100 keluarga yang tiba di kamp dalam dua hari terakhir. Pemimpin komunitas di sana mengatakan ada 500 orang berada di kamp.
Komandar Garda Perbatasan Bangladesh mengatakan pasukannya telah menghalangi sekitar 300 orang Rohingya selama semalaman. Ini adalah jumlah tertinggi sejak krisis berawal pekan lalu. "Kami menghalangi mereka di garis nol, khususnya mereka yang mencoba melintasi batas pagar kawat," kata Imran Ullah Sarker.
Seorang petugas hak internasional anonim mengaku mendengar cerita dari orang-orang Rohingya yang baru datang. Menurutnya, cerita mereka mengerikan. Saksi dan aktivis melaporkan sejumlah pembunuhan, pemerkosaan, penjarahan, hingga pembakaran di desa Rohingya. Sehingga para korban selamat memilih melarikan diri.
"Kami dengar mereka harus menyuap orang agar bisa masuk wilayah Bangladesh," kata dia pada AFP. Hingga saat ini, Bangladesh masih menerapkan larangan masuk bagi migran juga kelompok bantuan internasional ke area.