Rabu 23 Nov 2016 06:21 WIB

Kebijakan Moneter BI 2017 tak akan Tekankan Stabilitas Ekonomi

Red: Nur Aini
 Warga melintas didekat logo Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (1/7).
Foto: Republika/ Wihdan
Warga melintas didekat logo Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (1/7).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan arah kebijakan bank sentral pada 2017 tidak akan terlalu menekankan pada stabilitas perekonomian.

Menurut dia, arah kebijakan BI sebagai otoritas moneter tetap terbuka untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat dan seimbang. Namun ketika dihadapkan pada situasi penuh tekanan ekonomi, BI akan memastikan terlebih dahulu stabilitas ekonomi terjaga, untuk kemudian mengoptimalkan bauran kebijakan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. "Jika kami sedang dalam periode harus memilih stabilisasi atau pertumbuhan, kita harus yakinkan stabilisasi itu ada," kata Agus dalam Pertemuan Tahunan BI di Jakarta, Selasa (23/11) malam.

Pada pertengahan 2016 ini, dengan laju inflasi yang terjaga, BI sudah memberi sinyal telah menggeser kebijakan moneternya dari yang sebelumnya megarahkan pada stabilitas perekonomian, menjadi kebijakan moneter yang mendorong pertumbuhan ekonomi. Pergeseran kebijakan itu ditandai dengan penurunan suku bunga acuan dan Giro Wajib Minimum yang masing-masing mencapai 150 basis poin sepanjang tahun.

Pada 2017, Agus mengakui bank sentral harus lebih mencermati tanangan ekonomi global yang akan menerpa perekonomian domestik. "Tantangan ekonomi gobal belum akan pulih, mengingat banyak risiko di harga komditas dan pasar keuangan. Tantangan tersebut harus dicarikan solusi yang lebih mendasar agar tidak signifikan berdampak ke ekonomi domestik," kata dia dalam jamuan makan malam yang turut dihadiri Presiden Joko Widodo, dan pimpinan industri perbankan.

Agus menekankan bahwa potensi ekonomi domestik harus digali dan disambut oleh kebijakan yang mengedepankan fungsi stabilisasi, alokasi, dan distribusi. Tiga fungsi kebijakan tersebut menjadi penting untuk memperkuat ketahanan ekonomi domestik di tengah derasnya tekanan dari ekonomi global yang masih dibayangi ketidakpastian.

Stabilitas ekonomi, kata Agus, harus terjaga. Dengan stabilitas yang terjaga, maka laju kegiatan ekonomi akan lebih cepat, dan di sisi lain laju inflasi tetap terkendali.

Terjaganya stabilitas ekonomi itu pula yang membuat BI agresif dalam menurunkan suku bunga acuan dan Giro Wajib Minimum pada 2016 masing-masing sebesar 150 basis poin. "Jika ada stabilitas, maka ruang untuk tumbuh cepatakan terbuka," kata dia.

Dalam jangka pendek, Agus menjelaskan, Indonesia dihadapkan pada dua tantangan utama. Pertama, stimulus fiskal yang belum signifikan menarik investasi swasta, yang terlihat dari rendahnya investasi swasta untuk sektor non-bangunan hingga kuartal III 2016. Dia menilai lambannya investasi swasta juga karena swasta masih banyak yang melakukan konsolidasi dan restrukturisasi setelah diterpa imbas negatif dari perlambatan ekonomi pada 2015.

Tantangan selanjutnya adalah transmisi kebijakan moneter ke suku bunga perbankan yang belum efektif. Dengan penurunan suku bunga acuan sebesar 150 basis poin, suku bunga kredit baru turun 60 basis poin, sedangkan suku bunga deposito sebesar 108 basis poin. "Kebijakan moneter ke perbankan belum bertransmisi secara merata," ujarnya. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun depan akan berada di rentang 5,0-5,4 persen, setelah pada 2016 ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh 5,0 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement