REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Enny Sudarmonowati, mengatakan penanaman bambu di hulu dan sepanjang sempadan merupakan solusi tepat mencegah potensi banjir dan tanah longsor. Penanaman bambu dinilai lebih efektif jika dibandingkan dengan betonisasi.
"Sebab, pembetonan di sempadan sungai hanya menstabilkan tanah secara kinetis. Akibatnya, saat air datang, sempadan tidak mampu menahan erosi. Selain itu, betonisasi juga berdampak buruk pada sumber mata air di sekitar sungai," ujar Enny di Jakarta, Rabu (23/11).
Menurut Enny, bambu merupakan tanaman yang cocok memperbaiki kondisi hulu dan sempadan sungai. Akar bambu yang berjenis serabut dapat menstabilkan tanah dan mencegah erosi.
Selain itu, cadangan air tetap terjaga karena bambu memiliki kemampuan mengkonservasi air. Batang bambu yang bersifat kapiler dapat menghisap dan menampung air. Saat musim kemarau, air dapat dialirkan ke bawah sehingga keberlangsungan sumber daya air secara jangka panjang dapat terjaga.
Peneliti bambu LIPI, Elizabeth A Widjaja menuturkan penanaman bambu idealnya dilakukan di hulu dan hilir sungai. Bambu memberikan manfaat jangka pendek dan jangka panjang.
"Selain mencegah banjir dan longsor, bambu memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat setempat," katanya.
Dia memaparkan, tidak semua jenis bambu cocok ditanam di hulu dan kawasan sempadan. Beberapa jenis bambu yang cocok ditanam di dua kawasan itu yakni Bambusa vulgaris (bambu ampel), Bambusa vulgaris var. striata (bambu ampel kuning), Neolaba atra (loleba) dan sebagainya.
Elizabeth menegaskan, program tanam bambu perlu mendapat dukungan pemerintah dan instansi terkait. "Sebab, selama ini program tanam bambu belum mendapat dukungan kebijakan pemerintah. Bahkan, bambu justru dianggap mengganggu sehingga masyarakat cenderung melakukan penebangan," tambah dia.