Rabu 23 Nov 2016 16:05 WIB

Koalisi Masyarakat Sipil Kecam Kembalinya Setnov Jadi Ketua DPR

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bilal Ramadhan
 Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Masyarakat Sipil mengecam rencana Partai Golkar mengusulkan kembali Setya Novanto (Setnov) menjadi Ketua DPR RI menggantikan Ade Komaruddin. Hal ini karena usulan pengajuan kembali Setnov tersebut sangat dipaksakan dan justru mencederai kehormatan DPR itu sendiri.

Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesian Corruption Watch (ICW) Donal Faridz menilai tidak relevannya dasar usulan Partai Golkar untuk mengajukan Setnov kembali. Yakni karena adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang kemudian dijadikan dasar peninjauan kembali persidangan etik di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

"Intinya putusan MK tidak relevan untuk jadi bukti peninjauan kembali ke MKD, karena berbeda ranah, satu ranah etik, sedangkan putusan MK berkaitan ranah acara. Berbeda ranah, dan ini malah ditarik ke belakang, untuk mencuci putusan MKD," ujar Donal di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (23/11).

Menurutnya, perlu diingat bahwa Setnov sendirilah yang mengajukan pengunduran diri dari kursi Ketua DPR pada saat ia terjerat kasus 'Papa Minta Saham' terkait perpanjangan izin PT Freeport.

Hal sama diungkapkan oleh Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Padang, Feri Amsari yang menilai majunya kembali Setnov sesuatu yang tidak lazim. Selain karena ia sendiri yan memutuskan mundur, dasar Putusan MK dan MKD bukan alasan yang masuk di akal.

"Ini seperti dipaksakan, sudah mengundurkan lalu maju lagi, lalu putusan MK sebagai alasan, di MK, tidak ada hubungan putusan yamg dimohonkan Setnov berkaitan dengan putusan MK," kata Feri.

MK kata Feri, memutus soal alat bukti yang sah berkaitan melalui bukti elektronik. Hal ini kemudian dijadikan pihak Setnov untuk membersihkan namanya melalui peninjauan kembali di MKD. "Itu tidak tepat, kerena MK tidak mengatakan demikian," ujarnya.

Selain itu, dari kajian tata negata, ia menilai MKD bukan lembaga yang berwenang memutus ulang apa yang disidangkan beberapa waktu lalu maupun mengoreksi putusan terdahulu. "Mereka itu proses penegakan etik semestinya, MKD tidak bisa mengoreksi sikap MKD terdahulu," ujarnya.

Karenanya, Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari ICW, Gerakan Anti Korupsi (GAK) Lintas Kampus, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum(YLBHI), Indonesia Parliament Center (IPC), Pusako dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) menolak tegas rencana tersebut.

"Sebab dia telah mundur dari jabatannya tersebut, ya legowo, jangan maju kembali, lagi pula sepanjang kepemimpinannya tidak banyak menunjukan prestasi melainkan kontroversi," ujar Feri.

Sebelumnya, dalam rapat pleno Partai Golkar‎ memutuskan rencana mengembalikan posisi Setnov sebagai Ketua DPR. Setnov rencananya akan menggeser posisi Ketua DPR sekarang Ade Komarudin.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement