REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Golongan Karya (Golkar), Ade Komarudin tengah digoyang posisinya sebagai ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Itu terjadi setelah ketua umum Golkar diusulkan kembali menjadi ketua DPR RI, usai dia mengundurkan diri beberapa bulan lalu.
Ade mengaku sudah menerima kabar soal keinginan DPP Golkar mengembalikan jabatan Setya Novanto. Namun Ade akan melakukan shalat Istikharah, dan berkonsultasi kepada senior dan keluarganya. Sehingga dirinya belum bisa memberikan sikap terkait rencana partainya tersebut.
“Nanti saya pelajari dengan baik untuk nanti saya konsultasikan kepada senior saya, keluarga saya, kemudian shalat istikharah," kata Akom, saat ditemui di Kompleks Parlemen, Rabu (23/11).
Namun pria yang akrab disapa Akom itu mengaku dirinya belum menerima surat pemberhentian dan penggantian dirinya sebagai ketua DPR RI secara resmi. Meski nantinya, dia menerima surat keputusan Pleno DPP Golkar, dirinya akan mempelajari terlebih dulu.
Di samping itu, Akom belum ada komunikasi dengan DPP Golkar, terutama Setya Novanto. Akan tetapi kata Akom, terkait pergantian ini dia baru melakukan komunikasi dengan Ketua Harian Nurdin Halid yang datang menemuinya membicarakan persoalan tersebut.
“Soal masalah ini saya belum komunikasi (dengan Setya Novanto). Kalau Pak Nurdin jawabannya persis seperti kataku tadi,” tambahnya.
Sebelumnya, kader politikus muda Golkar, Ahmad Doli Kurnia mempertanyakan sikap pimpinannya yang mengambil keputusan mengganti Ade Komarudin. Tidak hanya itu, Doli juga menganggap kepemimpinan Golkar saat ini sangat picik.
Sebab menurutnya langkah-langkah politik yang diambil lebih pada berorientasi pribadi, kelompok, dan konspiratif. Karena keputusan-keputusannya dan cara pengambilan keputusan selalu kontroversial. Sehingga terlihat engedepankan kepentingan jangka pendek, serta menimbulkan spekulasi adanya pengaruh kekuatan dan kepentingan di luar partai bahkan di luar kepentingan negara.
Bahkan Keputusan DPP Golkar selalu kontroversial. Mulai dari memberikan dukungan terhadap calon pejawat Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Setelah itu juga secara tiba-tiba menetapkan Jokowi sebagai Capres 2019 mendatang. Terakhir kembali mereka juga berencana menggantikan Akom dengan Setya Novanto sebagai ketua DPR RI.
“Saya kira keputusan-keputusan kontroversial itu muncul karena narasi besar Golkar di dalam mewujudkan cita-cita bangsa telah dikalahkan dengan rebutan kursi dan proyek,” tuturnya.