REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Anggota Dewan Pers Jimmy Silalahi mengatakan, dalam peliputan isu terorisme di Indonesia, hendaknya jurnalis dan institusi pers menjaga keseimbangan idealisme dan komersialisasi. Menurutnya, harmonisasi keduanya menjadikan kekuatan pers baik lingkungan internalnya maupun di masyarakat.
“Peliputan isu terorisme, kata kuncinya; jaga keseimbangan idealisme dan komersialisasi pers. Maka pers tersebut dapat menjagi kuat,” kata Jimmy Silalahi pada Dialog Pelibatan Masyarakat dalam Pencegahan Terorisme dengan topik Pedoman Peliputan Terorisme di Bandar Lampung, Rabu (23/11).
Menurut dia, peliputan isu terorisme tidak hanya untuk kepentingan media pers akan tetapi kepentingan publik lainnya. Media atau jurnalis harus cerdas dan bijaksana dalam memberitakan suatu peliputan isu terorisme, agar pencegahan terorisme dapat tercapai tidak malah menjadi berkembang dan populer karena pemberitaan pers.
Jurnalis atau media dalam peliputan isu terorisme, ia mengungkapkan harus mengedepankan kecermatan dan bersikap berhati-hati karena suasana batin di masyarakat patut juga diperhitungkan. “Jangan sampai pemberitaan yang intens menyebabkan rasa ketakutan di masyarakat, padahal belum tentu demikian faktanya,” ujar dia.
Ia mengatakan Dewan Pers telah banyak menerima masukan dan komplain dari masyarakat terkait pemberitaan pers dalam pemberitaan isu terorisme. Dewan Pers juga tidak tinggal diam menampung dan melakukan teguran kepada pemilik dan pemimpin redaksi media pers tersebut, untuk menjaga idealisme dan komersialisasi dalam persoalan tersebut.
Dialog tersebut digelar Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Lampung bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulanan Terorisme dan Dewan Pers. Acara ini dihadiri puluhan wartawan cetak, elektronik, dan daring termasuk pers mahasiswa. Pada pertemuan juga peserta dari masyarakat nonpers juga dihadirkan untuk memberikan masukan dan sarannya.