REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Yudi Latif menilai pergantian Ketua DPR RI dari Ade Komarudin kembali ke Setya Novanto sangat tidak elok. Sebab, ketika pemerintahan sekarang sedang diuji, maka elite politik semestinya menahan diri dari tindakan politik yang dianggap tidak dalam koridor etika publik tidak tepat.
"Kalau dari aturan formal tidak ada larangan bagi Setya Novanto (menjabat lagi), tapi dari segi etika," katanya kepada wartawan, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (23/11).
Etika yang dianggap tidak tepat adalah pertama, Setnov mengundurkan diri dari Ketua DPR. Kedua, di dalam tradisi politik, jabatan pimpinan DPR itu permanen, yang berjalan selama lima tahun. Akibatnya, persepsi DPR sudah babak belur dihadapan publik, karena penentuan ketua DPR bukan berdasarkan sikap negarawan, melainkan politik kekuasaan.
Namun, kali ini pimpinan DPR sudah mengalami pergantian berkali–kali. Artinya, lanjut dia, perlu diperhatikan wibawa DPR dibandingkan kepentingan jabatan perorangan. "Ada sesuatu yang lebih besar dari itu (kekuasaan) adalah wibawa," ujarnya.