REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo memberikan sinyal dukungannya terhadap usulan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyatakan 50 persen dana parpol perlu disokong oleh pemerintah dan sisanya oleh Parpol itu sendiri.
Tjahjo mendukung penganggaran tersebut sepanjang ada kepastian soal kesanggupan APBN menanggung dana parpol itu. "Kami akan menunggu dulu, ada enggak anggarannya," ujarnya usai mengadakan rapat kerja bersama Komisi II DPR RI di gedung DPR, Rabu (23/11).
Berdasarkan hasil pembicaraannya dengan KPK, lanjut Tjahjo, banyak area rawan korupsi di daerah yang ternyata masih belum dipahami baik itu oleh kepala daerah atau DPRD. Buntutnya, pejabat di DPRD Kebumen pada Oktober lalu terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan ditemukan Rp 70 juta dalam OTT tersebut.
"KPK mempertanyakan kepada kami, kenapa area rawan korupsi tidak dipahami oleh daerah, termasuk DPRD juga. Mulai dari perencanaan anggaran, dana bansos dan hibah," katanya.
Tjahjo memaparkan, produk hukum dari DPRD dan pemerintah daerahnya tentu dikeluarkan melalui parpol. Parpol sendiri, menurut dia, memiliki salah satu masalah yakni pendanaan. Pengawasan inspektorat terhadap jalannya pemerintahan daerah, pun tidak berjalan.
"Meski sudah ada psikotes untuk calon DPRD tapi kan ini belum. Nah KPK memberikan solusi, 50 persen dibantu negara, 50 persen lagi gotong-royong partai," ujarnya lagi.
Menurut Tjahjo, KPK perlu merinci usulan tersebut hingga ke aspek-aspek yang lebih detail. Misalnya, jika parpol yang sudah mendapat suntikan dana negara tapi masih ada oknum partai yang berbuat korupsi, perlu diperjelas siapa yang akan dikenakan sanksi.
"Apakah hanya oknumnya atau pejabat partainya. Sanksinya juga harus lebih komprehensif," tutur Tjahjo.