REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sejumlah pakar meyakini sistem hasil pemungutan suara Pilpres AS 8 November di beberapa negara bagian telah diretas. Kandidat dari Partai Demokrat Hillary Clinton bisa dirugikan jika peretasan itu benar.
Dalam sebuah kolom majalah New York, Selasa (23/11) Gabriel Sherman melaporkan pakar keamanan komputer mengklaim menemukan bukti meyakinkan.
Mereka juga meminta Hillary Clinton menguji ulang hasil di tiga negara bagian. "Mereka menemukan bukti meyakinkan bahwa hasil di Wisconsin, Michigan dan Pennsylvania bisa saja dimanipulasi atau diretas," katanya.
Sherman mengatakan kelompok itu telah melobi Clinton dan orang di lingkaran dalamnya untuk melakukan sesuatu. Kelompok pakar termasuk jaksa HAM, John Bonifaz dan Direktur Center for Computer Security and Society Universitas Michigan, J Alex Halderman.
Sebagai contoh di Wisconsin, Clinton menerima suara tujuh persen suara lebih rendah yang didapat dari mesin suara elektronik. Hasil ini jika dibandingkan dengan hasil dari scanner optis dan kertas suara.
Berdasarkan analisis statistik, Clinton mungkin kehilangan sekitar 30 ribu suara. Kemungkinan ia kehilangan suara di Wisconsin sebesar 27 ribu suara. Menurut hasil saat ini, Trump memenangkan 290 suara electoral college (ec) sementara Clinton miliki 232 suara.
"Hasil akan berbalik di Wisconsin (10 suara ec), Pennsylvania (20 ec) dan Michigan (16 ec)," kata Sherman. Isu ini pun merebak di media sosial. Sejumlah orang menilai ada kejanggalan di negara bagian dengan suara mengambang. Khususnya di distrik yang menggunakan mesin perhitungan suara elektronik.
(Baca Juga: Donald Trump Menangkan Pilpres AS)
Muncul tagar #AuditTheVote di media sosial. Sejumlah orang, termasuk saudara penasihat Clinton, Huma Abedin telah mendesak rakyat untuk menyerukan penyelidikan oleh Departemen Peradilan terkait hal ini.