REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan, Pemerintah Myanmar telah mencoba melakukan pembersihan etnis Rohingya yang berada di negara itu, Kamis (24/11). Hal itu dilihat dari angkatan bersenjata yang terus menewaskan kelompok minoritas yang kebanyakan berada di Rakhine, salah satu negara bagian.
Banyak dari warga Rohingya yang terus melarikan diri ke Bangladesh, negara tetangga Myanmar. Kekerasan terhadap kelompok etnis itu terus terjadi secara intensif sejak Oktober lalu, dengan dikerahkannya pasukan militer Myanmar yang berjaga di perbatasan Rakhine.
Pembakaran rumah penduduk juga dilakukan dan tergambar dari sebuah gambar citra satelit. Selain itu, pasukan militer juga dikatakan telah membunuh warga sipil dengan cara menembak, memperkosa perempuan, serta menjarah bangunan milik penduduk.
Namun, pemerintah negara itu membantah melakukan kekejaman dan serangan terkoordinasi yang menargetkan etnis Rohingya dan menyebut bahwa pembakaran itu dilakukan sendiri oleh warga.
Hingga saat ini, tidak satupun media asing yang diizinkan untuk mengunjungi wilayah konflik di Rakhine. Demikian dengan pekerja bantuan yang hendak memberikan pertolongan. Penjagaan ketat terus dilakukan oleh pasukan keamanan Myanmar.
Rohingya, selama ini, dipandang oleh mayoritas warga Myanmar yang beragama Buddha sebagai imigran ilegal dari Bangladesh. Pemerintah negara itu juga belum memberi pengakuan bahwa mereka adalah warga yang berhak mendapat perlindungan, meski sejarah memperlihatkan bahwa etnis itu telah berada di sana sejak lama.
PBB juga meminta Bangladesh untuk membuka perbatasan dan menampung warga Rohingya yang melarikan diri dari Rakhine. Meski kebijakan resmi di negara itu tidak membiarkan adanya pendatang ilegal, namun Kementerian Luar Negeri Bangladesh mengkonfirmasi saat ini mereka telah menampung ribuan orang dari etnis tersebut di wilayah perbatasan.