REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Setidaknya satu dari tiga pengungsi anak-anak dinyatakan hilang sejak kamp "Hutan" Calais, Prancis Utara ditutup Oktober lalu, kata sebuah organisasi amal, Rabu (23/11).
Badan amal Refugee Youth Service mengatakan tidak dapat melacak keberadaan sepertiga dari 179 pengungsi anak-anak sejak pemerintah merobohkan kamp tersebut. Kamp "Hutan" sempat dihuni 10 ribu pengungsi yang melarikan diri dari perang dan kemiskinan di wilayah Timur Tengah juga Afrika.
Nasib anak-anak yang mengungsi dalam kamp-tempat transit sebelum berlayar ke Inggris-menjadi masalah politik pemerintah Inggris. Para pemimpin agama, pegiat hak pengungsi, dan partai oposisi menuduh pemerintah Inggris lepas tangan dari tanggung jawabnya mengurusi anak-anak terlantar itu.
Refugee Youth Service, badan amal yang terlibat dengan pengungsi di Calais sejak November tahun lalu, mengatakan kurangnya informasi dan luasnya kesalahpahaman terkait nasib mereka membuat banyak anak-anak menghilang. "Mereka adalah anak-anak dengan kondisi paling rentan di dunia, pengungsi anak-anak itu dikecewakan berulang kali," kata salah satu pendiri badan amal, Ben Teuten.
"Kami khawatir anak-anak akan menjadi korban perdagangan manusia, dan tidak dilindungi negara mengingat statusnya saat ini," ujarnya.
Otoritas Prancis sejak awal bulan mulai memindahkan 1.500 anak terlantar dari kamp "Hutan" ke pusat penerimaan sementara yang tersebar di beberapa wilayah. Josie Naughton pekerja badan amal Help Refugees mengatakan banyak pengungsi anak terlihat cemas.
"Bayangan akan ditempatkan di wilayah yang tak diketahui, tanpa kepastian akan didampingi penerjemah atau pekerja sosial, serta informasi terkait waktu tinggal tentu memicu anak-anak itu merasa perlu menentukan nasibnya sesuai intuisi," katanya.
Pengungsi anak-anak memiliki dua rute sah menuju Inggris. Jalur pertama didasari aturan Uni Eropa, memperbolehkan anak-anak ditampung oleh kerabatnya di Inggris. Jalur lainnya bersandar pada perubahan Pasal Imigrasi yang memperbolehkan pengungsi anak dengan kondisi paling rentan di Italia, Yunani, dan Prancis untuk ditempatkan di Inggris.
Refugee Youth Service mendesak pemerintah Inggris dan Prancis memberi informasi lebih jelas ke pengungsi anak-anak. Mereka menuntut agar otoritas terkait membuat laporan saat anak-anak itu hilang dari kamp. Namun pemerintah Inggris dan Prancis belum dapat dihubungi untuk dimintai keterangan.